Berita

Habib Ali Al-Jufri: Apabila Tidak Ada Tajdid di Dunia Ini, Maka Kita Semua Berdosa

PERADABAN.ID – Sayyid al Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman al-Jufri seorang ulama pelopor organisasi dai-dai sedunia, mengatakan apabila tidak ada tajdid di dunia ini, maka kita semua berdosa.

“Istilah tajdid haruslah jelas dalam term apa. Apabila berbicara secara umum tentang tajdid atau pembaharuan, maka secara fardhu kifayah orang-orang Islam diharuskan untuk melakukan pembaharuan,”terangnya pada Selasa (23/08/2033).

Pernyataan ini disampaikan Habib Ali al-Jufri dalam kuliah umum yang digelar oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tema yang diangkat adalah Kajian Keislaman antara Konservatif dan Inovatif, al-Dirasat al-Islamiyah baina al-Ta’shil wa al-Tajdid.

Habib Ali menilai pembahasan topik seperti ini sepatutnya dikelola oleh kalangan akademisi, bukan kalangan umum.

Mungkin anda juga suka

Secara khusus, Habib Ali menggarisbawahi pentingnya membatasi mushthalahat atau istilah-istilah yang digunakan selama ini.

“Misalnya pembaharuan dalam fatwa, sebab dari masa ke masa ‘musabab’ atau pokok masalah yang menyebabkan adanya suatu hukum akan terus berubah-ubah, sehingga muncullah istilah fiqh al-nawazil”, ucap ulama kelahiran Jeddah, Arab Saudi tersebut.

Pokok masalah yang dihadapi umat Islam sekarang adalah perubahan zaman itu sendiri, sehingga “Tajdid dalam hal ini identic dengan kontekstualisasi Islam di era sekarang,” tegasnya.

Menurut Habib Ali pembaharuan Islam haruslah berpegang pada asas Islam itu sendiri. Efek modernisme dan lalu post-modernisme yang menghasilkan masyarakat individual liberalis, berpikiran bebas menjadi titik dari timbulnya masalah-masalah.

Mungkin anda juga suka

“Islam mendukung pembaharuan, akan tetapi harus berpegang pada asas keislaman yang kuat, tentunya dengan pemahaman yang komprehensif,” jelas ulama yang tersohor di dunia Barat itu.

Kuliah umum yang dihadiri para mahasiswa dan akademisi ini berjalan menarik.

Di akhir sesi, Habib Ali berharap agar generasi akademisi Muslim menguasai keilmuan Islam, mengaji kepada para ulama dan memahami maqashid syariah, dapat memproduksi hukum furu’ dari hukum yang ashl.

“Dan setidaknya ia juga dapat menuangkan dan mengimplementasikannya di tengah masyarakat umum,” pungkasnya.  

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button