Opini

90 Tahun GP Ansor Menuju Kepemimpinan Ekologis

PERADABAN.ID – Dalam Fikih SDGs: Legitimasi dan Formulasi Fikih dalam Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (2022), Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan bahwa Islam memandang manusia sebagai khalifah yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan.

Ini merupakan manifestasi dari visi Islam sebagai rahmatan lil’alamin yang menempatkan akses terhadap lingkungan harus dilakukan secara merata. Konsep khalifah menjelaskan manusia saat ini merupakan pengganti dari penghuni sebelumnya (yakhlufu ba’dlukum ba’dlan) yang telah purna tugas ‘menjaga keseimbangan’ tersebut. Dengan demikian, generasi saat ini memiliki tugas untuk melanjutkan tugas tersebut.

Upaya ini merupakan bagian untuk mencapai tujuan syariat (maqasid as-syari’ah). Tujuan syariat untuk kemaslahatan yang tidak hanya ditujukan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan memuaskan ambisi manusia, tetapi kepada semua makhluk (mashalih al-ibad), tidak hanya untuk kemaslahatan saat ini (maslahah dunyawiyyah) tetapi juga untuk masa depan yang akan datang (maslahah ukhrawiyah).

Baca juga:

Pandangan Islam terhadap pelestarian lingkungan menjadi satu gambaran yang menempatkan tafsir terhadap nilai-nilai agama harus bersifat pembaruan dan bisa merespon gejala kerusakan yang terjadi. Sementara, Paus Fransiskus mengajak intropeksi dan mendengarkan rintihan Ibu Bumi dan merasakan kemanusiaan yang terluka hebat (Dialog Agama Melalui Praksis SDGs, 2024).

Perhatian termasuk keprihatinan Faus Fransiskus terhadap aborsi lingkungan ini menyentil pendekatan terhadap isu lingkungan yang melulu tersentralisasi pada dimensi sains, politik, dan ekonomi. Beliau mengajak agar pelestarian lingkungan juga dilakukan dalam dekapan iman.

Dan di sisi yang lain, menurut David Wallace-Wells (The Uninhabitable Earth, 2023), dampak kerusakan lingkungkan seperti pemanasan global bukan hutang moral dan ekonomi, yang menumpuk sejak awal Revolusi Industri, dan sekarang jatuh tempo sesudah beberapa abad.

Artinya bahwa, kerusakan lingkungan ini bukan sesuatu yang datang tiba-tiba. Ia merupakan dampak dari proses cacat yang tidak integral antara lingkungan, ketamakan manusia dan sistem pembangunan ekonomi.

Modal sosial

Melihat hubungan agama di hadapan lingkungan sebagaimana tergambar di atas, cukup penting mengarusutamakan diskursus kepemimpinan lingkungan di tubuh Ansor yang pada 24 April 2024 genap berusia 90 tahun sebagai konstruksi gerakan yang mendesak dan fundamental, melengkapi kepeloporan kepemimpinan di bidang politik, sosia, dan ekonomi.

Sebagai organisasi yang mempunyai akar tradisi dan nilai keagamaan yang kuat, serta infrastrukur kelembagaan yang menyentuh seluruh pelosok negeri bahkan dunia, sangat terbuka dan mempunyai peluang besar bagi Ansor untuk menjadi bagian ijtihad global menjaga lingkungan dari distorsi ketamakan pembangunan dan ambisi manusia.

Tradisi, nilai kegamaan ahlussunnah wal jamaah, dan penetrasi kelembagaan yang luas beserta jutaan jumlah kader menjadi modal sosial untuk ambil peran dalam pelestarian lingkungan. Ansor sangat memungkinkan untuk melakukan penafsiran baru terhadap kepemimpinan, dengan aksioma visi gerakan organisasi mencapai maslahat di bidang lingkunga.

Maka jalan yang perlu ditempuh adalah bagaimana menjadikan isu lingkungan sebagai inclusivity awareness dalam gerak organisasi dan kadernya. Kesadaran lingkungan ini harus diikat dalam tali kebatinan yang solid, sehingga Ansor baik secara organisasi maupun individu kader memahami dan bertindak adil terhadap alam raya semesta.

Selain membangun kesadaran yang inklusif berkaitan dengan lingkungan, perlu dilakukan perluasan jaringan. Ansor harus menjadi hub-nya anak muda – sebagai identitas kewargaannya – yang menjaring anak muda, komunitas anak muda beserta gagasannya dalam payung gerakan bersama.

Dan terakhir, hemat penulis adalah perlunya pelembagaan isu lingkungan di dalam tubuh organisasi Ansor. Ansor mempunyai kelebihan segmentasi keanggotaan dan intimitas dengan kaum muda. Sehingga, pelembagaan ini bisa menjadi legalitas kesadaran dan jaringan dari gagasan dan gerakan ekologis.

Hal ini sedikitnya akan menjadi bagian integral dengan semangat pemerataan akses terhadap lingkungan bagi generasi muda dan generasi setelah ini. Termasuk juga sebagai upaya dalam menjadikan Ansor sebagai lumbung atau tempat tumpu gagasan anak muda yang berbicara tentang lingkungan ke depan.

Oleh: Ahmad Riyadi, Pegiat Akademi Literasi Ansor

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button