Opini

Dua Hu

PERADABAN.ID – Menyimak kembali tonggak-tonggak perjalanan Kiai Wahab Hasbullah sebagai ‘wali peradaban’, kita seperti menyaksikan serentetan dua kisah; kebangkitan dan kejatuhan yang datang susul-menyusul.

Ada dua tafsiran “hu”, kata Kiai Wahab, yang perlu kita jadikan tali pancang di zaman ini; satu, ‘hu’ntalen (telanlah) dan dua, ‘hu’culono (lepaskanlah). Jangan zaman ini, dibuhul atau ditasybih seperti samsak yang, bisa seenaknya kamu hantam sewaktu-waktu.

Bisa jadi begini, “dua hu” itu seperti keinginan dan kebutuhan. Mengingat dawuh itu lahir di masa krisis kemerdekaan, dimana warga NU yang sedang menolong dirinya dan bangsanya sendiri menuju jalan terang.

Maka, kebenaran memiliki kode etik. Suatu hal bisa menjadi kebenaran umum apabila ia diamini oleh kode etik, seperti mendapat persetujuan dari, misalnya seregu perang, otoritas agama hingga sekumpulan bangsa-bangsa. 

Akan masygul kalau kebenaran tidak melewati itu. Iya, dia bisa saja disebut tidak benar alias ngasal.

Mungkin anda juga suka

Toh, fungsi kebenaran tidak melulu perihal niat dan persetujuan, “niatku memilih jalan alternatif ini biar cepat sampai kok”, tapi yang ditemu justru dholalah, kesesatan.

Ada kode etik, atau dalam bahasa sosiologi adalah norma dan nilai yang menjadi imajinasi kebenaran yang disepakati bersama di dalam suatu kelompok yang berakal dan menjunjung tinggi martabat.

Mau tidak mau, gagasan membutuhkan suatu sikap, sikap membutuhkan perangkat, dan perangkat tersebut, bagi Kiai Wahab, mesti merupakan suatu alat dimana gagasan tersebut menemukan cara perwujudannya. Dengan kata lain, bagi Mbah Wahab, ide mestilah “bertangan” dan “berkaki”.

Bunyinya terdengar seperti meme yang lewat seliweran di peramban digital saya, “beginners have goals, proffesionals have systems”.

Kebangkitan Kedua

Menginjak kebangkitan kedua ini, setelah dirasa cukup dengan isu kebangsaan Gus Yahya hendak meramu sistem, penopang dan manajerial sebuah lembaga yang mengarah pada pemberdayaan kemasyarakatan.

Sehingga dalam menyambut kebangkitan keduanya, NU diarahkan untuk memayungi tiga kebangkitan yang dilandasi oleh dasar kebutuhan; kebangkitan intelektual, kebangkitan teknokrat dan kebangkitan entrepreneurship.

Dengan modal sosial yang dimiliki NU, yakni jaringan dan infrastruktur kelembagaan yang sudah mengakar di desa-desa (tetapi bagaimana dengan desa-desa hutan?), saya kira kehadiran NU di kancah gerakan pengelolaan hutan berbasis masyarakat akan memberikan daya dorong yang sangat berarti bagi masa depan hutan di negeri ini, juga bagi kesejahteraan anak bangsa ini.

Mungkin anda juga suka

Tiada kelestarian hutan tanpa kesejahteraan masyarakat yang berada di dalam dan sekitarnya.

Pertanyaannya kemudian, adakah NU yang selama ini memiliki trademark sebagai gerakan kultural kalangan masyarakat akar rumput akan mencoba ikut mengambil peran?

Tiga kebangkitan ini bisa menjadi hanyalah seonggok impian-impian, kalau tidak diderek oleh sistem penopang yang menjadi arus utama perjalanan imajinasi besar tersebut.

Sinergi antar lembaga dan sentralitasi visi Nahdlatul Ulama dibangunkan oleh Gus Yahya akan bisa bergerak dengan cara mengakui kesalahan sendiri. Mengakui ketidaktahuan ini.

Bagi orang-orang yang karena watak maupun pengalaman condong kepada perspektif rasionalis dan aristokratis, kepribadian Mbah Wahab dan lalu Gus Yahya sudah barang tentu menarik.

Berpikiran dingin, berlidah tajam dan sangat sophisticated, tak dapat disangkal bahwa dialah tokoh terkemuka yang kehadirannya begitu kuat di setiap perkumpulan-perkumpulan yang dia hadapi.

Kebangkitan Nahdlatul Ulama karena itu adalah kebangkitan peradaban dunia.

Yusuf Ali Syafruddin

Pegiat di Kajian Islam dan Kebangsaan

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button