Opini

NU Selamanya, Olimpiade dan Impian-impian yang Sakit

PERADABAN.ID – Anggaplah jika kemudian, jalan sehat, jalan santai, atau mungkin ada yang menyebutnya sebagai funwalk dan sejenisnya, menjadi aktivitas menjaga kebugaran, tetap saja tidak bisa diikutkan olimpiade. Kendati pun itu bagian dari olahraga, namun olimpiade juga pilih-pilih.

Berbicara olimpiade, bukan hanya bicara keringat. Dia berbicara tentang kesepakatan-kesepakatan politik. Anda bisa membayangkan olimpiade tahun 1980, Jepang dan balanegara komplotannya, memboikot dan tidak ikutserta.

Olahraga, atas dasar kesepakatan politik, juga bisa membunuh impian-impian. Impian siapa saja yang mempunyai niat dan cita, untuk sekadar berlaga agar dilihat seluruh mata dunia, termasuk membela negara sebagai kebanggaan, yang mungkin sia-sia usahanya.

Baca juga:

Seperti dalam novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya karangan Keigo Higashino yang menampilkan hal demikian yang begitu rumit; politik, olahraga, cinta dan kecamuk impian.

Alkisah

Seperti biasa toko kelontong itu bisa menyambungkan interaksi masa lalu. Melalui surat-surat, balas saling balas. Tiga orang pemuda yang ketiban mampir karena mobil yang dicurinya mogok, dan akhirnya menjadi penghuni di dalamnya, tampak bingung dengan kondisi itu oleh sebab surat yang datang, tidak diketahui hidung pengirimnya.

Setiap hari mereka – bahkan mungkin sekejap – menerima surat dari masa lalu oleh seseorang yang menginginkan saran atas masalah yang tidak bisa dipecahkannya sendiri. Balasan tidak pernah berlangsung lama dari si peminta saran.

Seorang perempuan, juga atlet, mempunyai kekasih yang terbaring di rumah sakit. Tak akan lama, 6 bulan sisa waktunya menurut catatan medis. Ada kebingungan yang rumit bagi si perempuan, antara tetap ikut latihan olimpiade atau menemani kekasihnya yang menderita sakit.

Toko kelontong rupanya sudah menyarankan agar si perempuan – Kelinci Bulan – tidak ikut olimpiade dan merawat kekasihnya saja, sebab olimpiade itu tidak akan menempatkan tubuhnya berlaga, oleh sebab bangsanya memboikot.

Saran itu nyatanya juga tak dia lakukan. Dia mengira, bahwa itulah yang akan membuat kekasihnya bisa bertahan hidup. Sang kekasih, menyukainya karena gigih dalam mengejar cita-cita. Sementara, Perang Dingin Blok Timur dan Blok Barat berkecamuk.

“Kalau kau mencintainya, tetaplah berada di sisinya sampai akhir,” saran Namiya-san, pembuat surat dari toko kelontong.

Saran ini ditelannya. Sang perempuan selain untuk menguatkan kekasihnya, rupanya juga itulah impiannya. Kendati akhirnya, dia gagal terpilih, dan sang kekasih meninggal.

Baca juga:

Ada sikap kebinatangan dalam radius tak jauh dengan impian. Ia membunuh segala arif dari nubuat-nubuat cinta. Saat sikap kebinatangan itu dibiarkan menginfeksi impian, dia hanya terombang-ambing dalam ketidakpastian, dalam impian yang sudah jelas gagal. Sang perempuan telah kehilangan cinta dan impiannya, dengan membiarkan egonya berdansa.

Olimpiade sebagaimana juga panggung-panggung besar yang hingar, menggoda, akan selalu mengorbankan banyak hal. Kesetiaan, cinta, dan lainnya yang lebih suci akan tenggelam di bawah hingar dan gemerlap.

Pun demikian bukan pemilu 2024? Impian yang sakit, akan melanggengkan sedemikian rupa cara-cara muslihat. Menggadaikan apapun. Padahal jika cinta, akan berada di sisinya sampai akhir, begitu seperti yang dikatakan.

Ideologi pun tak lagi menjadi norma sakral. Iming-iming ketenaran menjadi jalan yang kemilau: panjang dan rancu.

“NU selamanya partai politik seperlunya,” kata Gus Yaqut. Sebatas yang saya pahami, begitulah cinta harus dirawat, semenggoda apapun kemilau impian, apalagi sampai-sampai menggadaikan yang fundamental.

Dan pemilu, adalah rutinitas demokrasi. Tetapi bangsa dan kemanusiaan di dalamnya, abadi dalam setiap diri warga Nahdlatul Ulama. Bersenggama dengan pemeluk transideologi Islam, sebuah ilusi kata Gus Dur, hanya menampilkan dengan telanjang, bagaimana impian-impian yang sakit itu dipamerkan.

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button