Opini

R20: Perkuat Substansi Peradaban yang Menghormati Martabat Semua Manusia Termasuk Kaum Perempuan

PERADABAN.ID – Konstruksi peradaban adalah adil berdasarkan akhlaqul karimah dan penghargaan atas hak dan martabat seluruh manusia tanpa terkecuali. Spirit R20 sejatinya juga akan menyasar isu kesetaraan tersebut.

Forum R20 (Religion of Twenty) sebagai rangkaian kegiatan G20 telah dilangsungkan di Bali pada 2-3 November lalu, dan dilanjut di Yogyakarta pada 4-6 November 2022. Forum ini mengangkat tema Revealing, Nurturing, Religion as a Source of Global Solutions, dengan peserta sejumlah 150 pemimpin lintas agama dari negara lain, dan 250 partisipan domestik.

Agenda internasional ini berangkat dari inisiatif Nahdlatul Ulama (NU) dan diketuai secara bersama dengan Liga Muslim Dunia (Rabithah ‘Alam Islami).

Secara garis besar, kegiatan ini mengusung dua aspek penting dalam agama; moral dan spiritual. Presiden Jokowi, dalam sambutannya, mengajak para pemimpin agama dari berbagai negara untuk mengidentifikasi dan merangkul nilai-nilai mulia yang bersumber dari agama dan peradaban dunia.

Beberapa isu penting, krusial, tetapi juga cukup sensitif dalam pergaulan antaragama dibahas dan didiskusikan di forum ini. Mulai dari isu kepedihan sejarah masa lalu, nilai mulia dari agama–agama dan peradaban dunia, sampai rekontekstualisasi ajaran agama yang usang dan bermasalah.

Mungkin anda juga suka

Rentang diskusi yang tergelar dalam Forum R20 ini berkeinginan untuk menuntaskan kepedihan sejarah masa lalu agar diarahkan pada upaya rekonsiliasi dan pengampunan.

Selain itu, diharapkan juga dari hasil diskusi ini ada upaya bersama untuk menggali dan mengungkap nilai mulia dari agama dan peradaban lalu untuk dijadikan solusi bagi pergaulan antaragama kekinian.

Hal itu bahkan sampai dirasa perlu untuk melibatkan upaya seleksi atas ajaran agama yang mungkin relevan di masa lalu, tetapi kini membutuhkan rekontekstualisasi.

Dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo menyampaikan simpul yang kuat dan penting perihal pergaulan bangsa-banga. Jokowi menyebut bahwa bangsa Indonesia ingin belajar banyak dari para delegasi pemuka agama-agama negara lain, sekaligus Indonesia juga menyatakan siap untuk berbagi pengalaman.

Mungkin anda juga suka

Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa beberapa negara memiliki potensi  dalam mengatasi problemnya dengan cara yang berbeda-beda, termasuk dalam melibatkan peran agama.

Sama halnya, Indonesia juga siap berbagi praktik baik tentang bagaimana nilai agama digunakan sebagai solusi berbagai permasalahan bangsa. Bahkan praktik baik itu sudah teruji dalam berbagai periode sejarah perkembangan bangsa Indonesia.

Praktik baik tentang kontribusi agama dalam mengatasi problem bangsa, disampaikan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Gus Men (panggilan Yaqut Cholil Qoumas) menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 menyisakan kesan tersendiri bagi bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia yang secara teknologi, sains, dan ekonomi memang belum secanggih dan semakmur negara lain di G20, namun ternyata mampu menyintas pandemi Covid-19.

Mungkin anda juga suka

Kemampuan itu, menurut Gus Men berkat negara ini yang berlandaskan falsafah negara Pancasila. Indonesia menjadi sama tangguh dengan negara-negara lain karena ada nilai-nilai militansi akal budi yang diwariskan Pancasila dari agama-agama.

Pada konteks tersebut, Pancasila berada pada posisi sebagai ideologi dan dasar negara sekaligus pandangan hidup seluruh rakyat Indonesia. Hal itu juga perlu disertai pemaknaan dan pemahaman bersama bahwa nilai luhur Pancasila merupakan nilai yang sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran agama yang ada di Indonesia.

Konsep tentang ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan merupakan nilai-nilai universal yang disarikan dari ajaran agama-agama di Indonesia yang berbuah Pancasila.

Rekontekstualisasi ajaran agama yang usang dan bermasalah merupakan salah satu isu sensitif pada forum ini. Istilah lain dari topik tersebut adalah perlu adanya upaya seleksi atas ajaran agama yang mungkin relevan di masa lalu namun kini membutuhkan rekontekstualisasi.

Mungkin anda juga suka

Rekontekstualisasi menjadi sensitif mengingat bagi pemeluk dan penganut ajaran agama tertentu, nilai ajaran agama mereka dianggapnya sudah final, sempurna, paripurna. Tak lagi menyisakan ruang tawar-menawar. Semua yang menjadi ajaran bersifat mengikat dan pakem. Lebih ekstrem lagi, jika suatu ajaran dirasa kurang pas dengan konteks tertentu maka bukan ajaran yang butuh penyesuaian, melainkan konteksnya.

Nahdlatul Ulama sebagai inisiator R20 dan pengusung isu rekontekstualisasi yang dikumandangkan sebagai iimbauan dan ajakan yang berlaku ke dalam dan ke luar.

Islam Indonesia sebagai penyelenggara forum R20 juga terdampak isu rekontekstualisasi tersebut. Islam perlu juga melakukan seleksi atas ajarannya yang mungkin relevan di masa lalu tetapi kini membutuhkan rekontekstualisasi. Tidak menutup kemungkinan hal itu juga akan menimbulkan perbedaan pandangan, mengingat cara memahami suatu ajaran ada kecenderungan secara kanan, kiri, dan tengah.

Demikian juga ke luar, agama-agama lain termasuk di Indonesia dan negara lain dirasa perlu melakukan rekontekstualisasi ajaran agama yang usang dan problematik. Semoga ini tidak menjadi problem baru dalam kehidupan masyarakat seagama dan antaragama.

Mungkin anda juga suka

Saya menemukan beberapa catatan menarik selama berlangsung R20, di antaranya tentang perlu upayanya bersama untuk menemukan nilai kebajikan universal dari berbagai agama (share values) yang bisa merefleksikan pedoman dan pegangan bersama dalam hal kemanusiaan dan menjaga perdamaian sehingga mampu menghapus persekusi pada agama tertentu.

Pentingnya kesadaran untuk connecting before correcting (kenali sebelum koreksi) dalam berbagai diskusi lintas agama, sehingga tidak mengganggu pergaulan antaragama. Serta pentingnya penguatan esensi nilai keagamaan dan keberagamaan baik dalam agama maupun lintas agama sehingga nilai luhur dan keteladanan generasi sebelumnya terwariskan pada generasi muda.

Kiranya juga penting jika forum R20 menjadi ajang menyelesaikan problem bagi kasus-kasus konkret yang nyata masih berlangsung sehingga tidak dianggap sebatas bermain pada ranah wacana. Selain itu, ajaran agama yang hadir secara tekstual perlu kiranya ditinjau ulang melalui pemaknaan-pemaknaan yang tidak sekadar literal tetapi juga kontekstual sesuai kodrat zaman.

Melalui aktivitas simak atas paparan tokoh-tokoh agama lintas negara tersebut, Fatayat sebagai badan otonom di lingkungan Nahdlatul Ulama harus ikut berperan membantu R20 menyampaikan pesan moral dan spiritual bahwa agama dengan nilai-nilai mulia ajarannya merupakan solusi bagi berbagai problem bangsa-bangsa secara global. Juga, tantangan bagi Fatayat NU untuk meninjau ulang kiprahnya sehingga kinerjanya relevan dengan rumusan pada forum R20.

Mungkin anda juga suka

R20 sengaja tidak ada pembahasan khusus tentang peran perempuan dalam menghadapi permasalahan bangsa-bangsa terkait pergaulan antaragama.

Hal itu karena bagi NU, sebagaimana dikemukakan Gus Yahya ketika bedah buku Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama, bahwa konstruksi peradaban adalah adil berdasarkan akhlaqul karimah dan penghargaan atas hak dan martabat seluruh manusia tanpa terkecuali. Spirit R20 sejatinya juga akan menyasar isu kesetaraan tersebut.

Perempuan juga diberikan peran istimewa untuk terus menjadi yang melahirkan, mewariskan, serta menjaga keberlangsungan. Kita pastikan setiap generasi yang lahir, setiap peradaban baik yang terwariskan, serta keberlangsungan perdamaian dunia juga membutuhkan sentuhan lembut perempuan.

Kita kuatkan peran sebagai madrasah pertama, utama, dan secara bersama akan memastikan bahwa di setiap generasi yang lahir akan kita bisikkan pesan damai demi dunia yang lebih baik.

Oleh: Qonita Fitra Yuni, pengurus Pimpinan Cabang Fatayat NU Kabupaten Situbondo

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button