PERADABAN.ID – Setiap transisi kepemimpinan organisasi itu khidmah. Menajam pada upaya regenarasi, sekaligus menjadi penggarapan cita-cita berkesinambungan.
Maka helatan akbar seperti kongres, kesemuanya termasuk dalam transisi khidmah. Dua sendi yang bergerak bersamaan: antara regenerasi dan penggarapan cita-cita organisasi.
Regenerasi terkait erat dengan tata kelola kaderisasi. GP Ansor, sebagai organisasi kepemudaan Nahdlatul Ulama (NU), telah menorehkan kontuksi kaderisasi dengan nalar-nalar oganisasi.
Tidak hanya soal kuantitas, tapi juga menjahit jumlah menjadi lampion kesolidan dan kebersamaan kader. Adagium satu komando, adalah contoh frasa kaderisasi yang komprehensif. Dia menunjukkan ketakdziman terhadap nilai dan aturan organisasi untuk selalu padu dan utuh dalam bergerak.
Baca juga:
Sementara penggarapan cita-cita secara berkesinambungan itu termaktub dari visi besar GP Ansor. Hal ini terkait dengan pengalaman sejarah dan sosiologis Ansor dalam tempaan dinamika yang penuh gejolak dan kemelut, termasuk respon terhadapnya.
Nilai dan spiritnya sama, tapi pola metodik dan impmentasinya akan selalu berbeda tergantung konteksnya. Ini yang kemudian, akan menjadikan organisasi selalu adaptif di tengah zaman yang tidak melulu statis.
Pelaksanaan Kongres XVI Gerakan Pemuda Ansor tak lain adalah transisi khidmah. Menguatkan kaderisasi sekaligus visi besar nan mulia organisasi untuk tujuan-tujuan luhur, universal dan bisa menyentuh solusi kemanusiaan.
Alhasil, penggarapan cita-cita secara berkesinambungan itu menali kiprah-kiprah kepemimpinan organisasi sebelumnya, dengan mempercantik paras gerakan di periode selanjutnya. Bukan berlalu meninggalkan legacy masa lalu, hanya karena ingin kelihatan baru.
One Comment