Opini

Politik “Belok tanpa Sein” ala Cak Imin, Gaya Tikung Sejak 2008

PERADABAN.ID – Pernah suatu ketika, dalam acara Peningkatan Kapasitas Politik Anggota dan Caleg PAN Kalimantan Barat, Zulkifli Hasan berseloroh tentang gaya politik Cak Imin.

“Tiba-tiba dia belok. Kalau diibaratkan rombongan mobil bareng-bareng ini beloknya nggak ngasih sein. Ya kalau lampunya mati mbok ngasih tangan, ini belok nggak ngasih-ngasih sein,” seloroh Menteri Perdagangan tersebut.

Jika diteguk, apa yang dikatakan oleh Bang Zul bukan sembarang seloroh. Ia akan membuat tersedak kerongkongan yang meneguknya mentah-mentah.

Konteksnya begitu koheren dan terbangun dengan rapih. Tidak dinyana kala itu, saat bersama-sama dalam koalisi, tetiba Cak Imin berpeluk mesra dengan Anies Baswedan dalam Pilpres 2024. Babak baru di mana Cak Imin melawan Prabowo-Gibran.

Slogan Perubahan pun didengungkan, membuat buncah emosional publik mengalir. Lipstik politiknya tak sedikit pun meninggalkan ruam.

Kala kampanye akbar di Jakarta International Stadium (JIS), Cak Imin meneteskan air mata. Seperti biasa, ia riuh dan penuh haru menyambut rakyat memadati arena.

Demikianlah Cak Imin bersama Anies diwanti-wanti menjadi lawan kuat dari pasangan Prabowo-Gibran. Dan memang, ketimbang Ganjar-Mahfud, pasangan itu menduduki posisi kedua kendati tidak maksimal ke putaran kedua karena suaranya mandeg.

Kemesraan Cak Imin dan Anies dipublikasi di mana-mana, dan berlangsung dalam waktu yang temporal. Kekalahannya, tak membuat Anies pantang untuk kembali berkontestasi.

PKB mendeklarsikan dukungannya untuk Anies di DKI Jakarta. Tetapi seperti apa yang dibilang Bang Zul, sein dan tangannya tak lagi berfungsi, kendati ia punya dua-duanya.

Sekjen PKB dengan tegas mengatakan bergabung dengan kaolisi KIM, kemudian menjadi KIM Plus. Namanya juga slogan, perubahan tinggal nama. Namanya juga lipstik, kemesaraan persahabatan itu layak digadai.

Rentetan demi rentetan ini, bagi pendukung Cak Imin, dengan bisik-bisik disebut sebagai bentuk kelihaian politik. Kancil politik akan selalu berpikir culas bukan? Ini hanya permainan narasi yang pincang. Tidak boleh dielu-elukan.

Baca juga:

Maka sebenarnya, memberikan pemakluman terhadap gaya politik yang demikian, sebenarnya tak lebih dari sekadar budaya jilat.

Cak Imin pandai membuat reklame. Itu saja, pesannya kosong soal politik kebangsaan. Jadi saat bicara mengenai PKB milik rakyat, bukan punya Muhaimin atau PBNU, itu hanya menandakan bahwa pemilu sudah usai.

Tidak perlu lagi mengesankan keangkuhannya, seperti mendapatkan perolehan suara lebih dari sebelumnya, tetapi kandidat Pilpresnya tumbang.

Tidak perlu lagi bicara demokrasi, kala musyawarah sudah diputuskan di ruang kedap. Pun demikian, tak perlu gembor-gembor soal nilai politik NU, aspirasi warga NU, jika sudah sejak tahun 2008 amanat politik nahdliyin itu telah dibonceng kabur.

Baca juga: 33 Kutipan Inspiratif Gus Yaqut: Kompas Moderasi untuk Persatuan Indonesia

Bayangkan, sekelas Dewan Syura sudah tidak pernah digunakan dalam pengambilan-pengambilan keputusan apa pun. “Semua ini dilanggar mereka. Mereka tidak ajak saya tanda tangan,” kata Gus Dur.

Maka dalam Rapat yang dihadiri Dewan Syura, Gus Dur dan Ketua Dewan Tahfidz PKB Muhaimin Iskandar itu kemudian memutuskan voting. Hasilnya 20 orang meminta Muhaimin mundur jabatannya, delapan minta MLB, dan dua anggota menyatakan abstain (Jejak Para Pemimpin, 2014).

Dan selanjutnya, kita tidak perlu getir mengenai cara-cara politik Cak Imin dalam kontestasi apa pun. Karena semuanya sudah menjadi habitus, yang susah diperbaiki.

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button