NU dan Cita-Cita Peradaban (IV): Basis Perjuangan Nahdlatul Ulama
PERADABAN.ID – Selagi menyambung basis, NU dan para kiai melancarkan perlawanan budaya secara total.
NU adalah keseluruhan komunitas berikut kompleks budaya dan hubungan-hubungan kuasa yang menjadi bagian dari tradisinya.
Ketika pemerintah Hindia Belanda menunjuk petugas-petugas penghulu untuk menikahkan orang, masalah yang muncul adalah apakah sah para penghulu itu menjadi wali hakim sekiranya pengantin tidak mempunyai wali.
Mengingat yang menunjuk penghulu adalah pemerintahan kafir, kepala negaranya bernama Ratu Wilhelmina yang dalam pandangan Islam adalah ratu kafir.
Polemik itu dibahas di bahtsul masail, keputusannya adalah sah penghulu menjadi wali hakim.
Mungkin anda juga suka
- Berita dan Informasi Gus Yahya Terbaru
- Jalin Kerja Sama Pendidikan hingga Kontra Ekstremisme, Dewan Keamanan Thailand Kunjungi PBNU
Selama masa pendudukan Hindia Belanda, sejak berdiri pada 1926 sampai 1945, NU tidak pernah ikut berperang.
NU pada masa itu, melakukan konsolidasi jam’iyyah. Kiai Wahab bergerak dari pesantren ke pesantren. Menyambung dan memperkuat simpul pesantren sebagai basis perjuangan merintis peradaban.
Pada 1926, PKI mengobarkan pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda, NU tidak ikut memberontak. Sebab Indonesia belum ada.
Orang-orang sedang dalam proses menyebarkan gagasan tentang kemerdekaan, tetapi belum ada nalar untuk membentuk negara.
Mungkin anda juga suka: Sentilan Gus Mus untuk Orang yang Menganggap Muslimnya Sudah Sempurna
Kiai Wahab mendorong para pemuda membentuk “Syubbanul Wathon” (Pemuda Tanah Air) berganti menjadi Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO) menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor.
Pada Muktamar NU ke 9 tahun 1934 Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO) diterima dan disahkan sebagai departemen pemuda NU untuk memegangi nilai-nilai penolong, pejuang dan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam.
Selagi menyambung basis, NU dan para kiai melancarkan perlawanan budaya secara total.
Kiai-kiai mempertahankan apa yang mereka perjuangkan dengan cara menjauhi sekolah-sekolah Belanda, bahkan sampai mengharamkan santri-santrinya berpakaian seperti Belanda, yaitu jas-dasi dan pantolan.
Mungkin anda juga suka: Perkuat Dakwah Islam Moderat, PBNU Lakukan Kerja Sama dengan Majma’ Fiqih Islami Sudan
NU berupaya dengan sungguh-sungguh untuk berkembang secara mandiri. Pada Muktamar ke-14 di Magelang tahun 1939, NU menetapkan rumusan “Mabadi Khaira Ummah” sebagai prinsip pengembangan sosial dan ekonomi.
Prinsip itu menghidupkan tiga nilai, pertama, ash-shidqu (tidak berdusta), kedua, al-wafa bil ‘ahd (menepati janji) dan ketiga, at-ta’awun (tolong menolong).
Pada tahun 1940, sebagai penggagas, Ketua NU KH Machfud Shiddiq berkunjung ke Jepang untuk melakukan kerja sama ekonomi.
Kiai Mahfudh Shiddiq adalah Ketua Umum Tanfidziyah pertama yang dipilih oleh Muktamirin.
Mungkin anda juga suka
Dia memperkenalkan sejumlah inovasi penting, terutama sebagai langkah tanggapan atas berkembang pesatnya cacah anggota sekaligus tuntutan peran Nahdlatul Ulama untuk dunia.
Media menjadi peran penting saat Kiai Mahfudh memimpin. Berita Nahdlatoel Oelama menjadi media yang sungguh-sungguh dirasakan kehadirannya sebagai penyambung segala kebutuhan komunikasi—mulai dari urusan organisasi, hubungan dagang, sampai dengan hajat-hajat pribadi dan keluarga.
Dengan gerakan “Mabadi Khaira Ummah”, NU membuka jalur bagi orang awam—non-kiai—untuk bergabung ke dalam kerangka organisasi NU, dengan syarat-syarat dan prosedur yang ketat.
Satu kilasan sejarah ini, barangkali belum pernah dijelaskan dan dijabarkan oleh para pengamat, kalangan akademis, sejarahwan serta lainnya, dan KH Yahya Cholil Staquf Ketua Umum PBNU dalam bukunya Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama mampu melengkapi sempalan fakta yang belum terungkap itu.
Video lengkapnya bisa dilihat di bawah ini:
2 Comments