Opini

Talbiyah Politik Cak Imin: Mengkritik Haji Demi Kursi Menteri

PERADABAN.ID – Ibadah haji, sebagai salah satu rukun Islam, seharusnya terbebas dari politisasi. Namun, belakangan ini kita saksikan bagaimana ritual suci ini justru dijadikan komoditas politik oleh beberapa pihak. Mulai dari kritik yang tidak berdasar dan sarat kepentingan politik hanya akan merugikan penyelenggaran haji kedepan dan mencederai semangat ibadah yang tulus.

Dalam drama politik terbaru, seorang tokoh yang mengklaim diri sebagai pejuang kepentingan umat – Cak Imin kembali melontarkan talbiyah politiknya untuk hanya menyeret perhatian publik dan syahwat politiknya.

Ketua Umum PKB ini melontarkan kritik terhadap penyelenggaraan haji yang tak berdasar dan cenderung ngawur. Bahkan ia mengusulkan agar Jazilul Fawaid, kader PKB, menjadi Menteri Agama.

Pertanyaannya, apakah langkah ini benar-benar demi kepentingan jemaah haji atau ada agenda politik lain di baliknya?

Baca Juga

Mari coba telaah fakta penyelenggaraan haji tahun 2024 ini. Pemerintah, melalui Kementerian Agama, telah melakukan berbagai peningkatan. Mulai dari akomodasi yang lebih nyaman, transportasi yang lebih efisien, fasilitas kesehatan yang lebih baik, hingga pelayanan maksimal dari petugas haji Indonesia yang memprioritaskan layanan bagi lansia secara maksimal.

Teknologi informasi juga dimanfaatkan secara optimal; aplikasi haji pintar juga mempermudah proses pendaftaran dan pemantauan kesehatan jemaah. Pemerintah juga telah menerapkan manajemen risiko yang baik, berhasil mencegah insiden besar dan memastikan keselamatan jemaah. Semua ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah haji.

Namun, di balik kritik yang dilontarkan Cak Imin, terlihat adanya dagelan politis. Usulan menjadikan Jazilul Fawaid sebagai Menteri Agama tanpa disertai solusi konkret hanya menunjukkan adanya agenda politik latah dan tak lebih dari ketakutan atas bayang-bayang poltiknya sendiri.

Baca Juga Capaian Besar Haji 2024

Hal ini juga lebih terlihat sebagai upaya PKB untuk memperkuat posisi politik mereka, bukan untuk menyelesaikan masalah haji. Mengkritik pelaksanaan haji 2024 tanpa dasar yang kuat dan hanya untuk mendiskreditkan Menteri Agama Gus Yaqut adalah drama politik sabun colek yang tidak etis dan sarat kepentingan politik.

Lebih jauh lagi, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket Penyelenggaraan Haji oleh Wakil Ketua DPR RI cum Ketum PKB Muhaimin Iskandar, yang menjadi inisiator dan memimpin langsung Rapat Paripurna Pansus Haji, tampaknya lebih berfokus pada pencarian kesalahan daripada pengakuan atas pencapaian yang telah diraih.

Langkah ini jelas menunjukkan adanya upaya untuk mendelegitimasi keberhasilan Gus Yaqut dan Kementerian Agama dalam penyelenggaraan haji. Kritik keras dan pembentukan Pansus ini memiliki agenda politik yang jelas: mengangkat kader PKB, Jazilul Fawaid, menjadi Menteri Agama.

Baca Juga Murur dan Rekognisi Pelaksanaan Ibadah Haji Masa Depan

Indikasi lain dari motif politik ini terlihat saat perayaan ulang tahun PKB. Cak Imin secara terbuka mendoakan agar Jazilul Fawaid menjadi Menteri Agama. Tindakan ini semakin memperjelas motif politis di balik kritik yang disampaikan. Mendoakan Jazilul menjadi Menag pada acara partai menunjukkan bahwa tujuan utama bukanlah perbaikan pelayanan haji, melainkan upaya memperkuat posisi politik PKB dalam kabinet baru pemerintahan Prabowo Subianto.

Tidak berhenti di situ, Cak Imin juga mengusulkan pembentukan kementerian khusus Haji dan Umrah. Usulan ini sebenarnya tidak substansial dan hanya sebagai pengalihan dari agenda politis yang sebenarnya.

Pemerintah saat ini telah mampu menangani pelaksanaan haji dengan baik melalui Kementerian Agama yang ada. Penambahan kementerian baru justru akan menambah beban birokrasi dan tidak menjamin peningkatan efisiensi. Usulan ini lebih terlihat sebagai langkah untuk menciptakan jabatan baru yang dapat diisi oleh kader partai, bukan sebagai solusi yang nyata dan dibutuhkan.

Baca Juga The “Murur” Factor

Manuver politik Cak Imin terkait isu haji menunjukkan strategi yang tidak hanya dangkal, tapi juga mencerminkan kekurangan visi dan kematangan politik. Pernyataannya tentang “persoalan haji yang tidak ada solusi” terkesan sebagai retorika kosong yang mengabaikan fakta-fakta peningkatan kualitas penyelenggaraan haji tahun 2024.

Usulan politis untuk mendorong Jazilul Fawaid sebagai Menteri Agama, pembentukan Pansus Angket Penyelenggaraan Haji, hingga wacana kementerian khusus Haji dan Umrah, jelas merupakan serangkaian taktik politik primitif yang bertujuan mengamankan kekuasaan semata.

Strategi ini mencerminkan pendekatan Machiavellian yang kasar, dimana tujuan menghalalkan segala cara, bahkan jika harus mengorbankan kredibilitas institusi dan mengabaikan kepentingan jamaah haji.

Cak Imin, dalam upayanya merebut pengaruh politik, telah melakukan apa yang dalam teori politik dikenal sebagai ‘manufactured crisis’. Ia menciptakan narasi krisis palsu dalam penyelenggaraan haji, padahal data empiris menunjukkan peningkatan signifikan dalam berbagai aspek.

Baca Juga

Taktik ini bukan hanya mencerminkan kemiskinan gagasan, tapi juga menunjukkan kegagalan dalam memahami esensi kepemimpinan yang seharusnya berorientasi pada pelayanan publik.

Lebih lanjut, pendekatan politik transaksional yang ditunjukkan Cak Imin – dengan secara terang-terangan mendoakan posisi kabinet untuk koleganya di tengah kontroversi – menggambarkan degradasi etika politik. Ini adalah bentuk clientelism yang vulgar, dimana jabatan publik dipandang sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan demi kepentingan partai.

Kesimpulannya, rangkaian tindakan Cak Imin ini bukan hanya menunjukkan motif politik yang kerdil, tapi juga menyingkap ketidakmampuan dalam merumuskan kebijakan substantif. Alih-alih memberikan solusi nyata atau kritik konstruktif, ia justru terjebak dalam pusaran politik identitas dan kepentingan sempit yang kontraproduktif bagi kemajuan demokrasi Indonesia.

Sudah waktunya kita berhenti bermain-main dengan drama politik murahan ala sinetron yang menguras energi bangsa. Alih-alih berputar-putar dalam pusaran retorika kosong dan manuver politik picisan, mari kita hadapkan para politisi kita dengan cermin.

Oleh: Ahmad Taufiq, Sekretaris MWC NU Windusari

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button