NU dan Cita-Cita Peradaban (III): Konstruksi Peradaban Baru
PERADABAN.ID – Sebelum NU didirikan, properti kebudayaan Nahdlatul Ulama sudah lama menghilhami laku harian masyarakat di Nusantara. Ia sudah menjadi konstruksi peradaban.
Sehingga, lahirnya Nahdlatul Ulama terlalu kecil kalau hanya disebut sebatas untuk menentang sebuah firqah; paham Wahhabi.
Memang, pada masa itu dunia Islam memasuki musim gugur peradaban. Setelah 13 Abad kemapanan Turki Usmani luruh dan tak dapat dibalikkan lagi.
NU didirikan untuk menanggapi dikuasainya Hijaz oleh Keluarga Saud, bukan soal mazhab Wahhabi semata.
Karena berdirinya Kerajaan Saudi Arabia menandai momentum yang sangat menentukan jalannya dinamika sejarah dunia selama hampir seratus tahun.
Sebagai respon atas perubahan peradaban, NU memiliki selingkung dimensi sejarah yang sangat panjang.
Lihat Juga NU & Cita-Cita Peradaban (II): Pelopor Nahdlatul Ulama
Setelah menemukan bentuk skema organisasi, Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari menyusun “Qonun Asasi” dan “I’tiqad Ahlussunnah Waljama’ah” sebagai garis perjuangan dan jati diri Nahdlatul Ulama.
Dalam Muqaddimah Qonun Asasi yang disampaikan pada 31 Januari 1926, Kiai Hasyim menyerukan agenda peradaban tentang pentingnya persatuan, persaudaraan antar sesama manusia, kedaulatan ekonomi dan menebar rahmah.
NU adalah panji-panji perjuangan peradaban dunia yang membawa dua misi besar, Pertama, memperkuat ikatan jama’ah untuk merawat nilai-nilai luhur menuju peradaban mulia yang berakhlaqul karimah dan menghargai martabat manusia.
Kedua, ikut serta mewujudkan berdirinya Negara Indonesia sebagai basis sosial-politik untuk ikut serta dalam pergulatan antar bangsa.
NU tidak mengangankan penaklukan dan dominasi. NU berkehendak menyumbang. Dan itu dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa di luar sana ada aktor-aktor yang sama mulianya dan sama haknya untuk ikut menentukan masa depan umat manusia, baik dari dalam lingkungan Islam maupun dari luarnya.
Lihat Juga NU & Cita-Cita Peradaban (I); Embrio Lahirnya Nahdlatul Ulama
Sejak berdiri pada 1926 sampai 1945, para kiai, meskipun sudah mendirikan Nahdlatul Ulama tidak mengobarkan perang terhadap Belanda.
NU didaftarkan sebagai organisasi resmi kepada Pemerintah Hindia Belanda, di bawah hukum Hindia Belanda. 6 Februari 1930, Pemerintah Hindia Belanda mengakui NU.
NU menerima Pemerintahan Hindia Belandan sebagai sistem politik yang efektif menguasai dan mengatur ketertiban masyarakat. Posisi ini melahirkan polemik di kalangan umat, terutama karena Pemerintahan Hindia Belanda bukan Pemerintahan Islam.
Satu kilasan sejarah ini, barangkali belum pernah dijelaskan dan dijabarkan oleh para pengamat, kalangan akademis, sejarahwan serta lainnya, dan KH Yahya Cholil Staquf Ketua Umum PBNU dalam bukunya Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama mampu melengkapi sempalan fakta yang belum terungkap itu.
Video lengkapnya bisa dilihat di bawah ini:
2 Comments