Opini

KUA Semua Agama dan Keberpihakan terhadap Keberagaman

PERADABAN.ID – Belakangan, Kantor Urusan Agama (KUA) ramai menjadi perbincangan publik. Perbincangan publik santer kala Menteri Agama RI Gus Yaqut mencanangkan KUA direncanakan menjadi bagian fasilitator pernikahan semua umat agama.

Secara umum, KUA merupakan unit kantor Kemenag yang melaksanakan beragam pelayanan publik meliputi pencatatan pernikahan, rujuk, pembangunan masjid, sampai dengan pengembangan keluarga sakinah.

Pada dasarnya, upaya mengakselerasi pelayanan publik melalui KUA ini sudah dideklarasikan kala pertama Gus Yaqut menjabat sebagai Menteri Agama, yang dikenal dengan revitalisasi KUA. Artinya, ini merupakan satu proses perjalanan yang sudah cukup panjang dilakukan.

Revitalisasi KUA ini termaktub dalam 7 (tujuh) program prioritas Kemenag, yang salah satu orientasi tujuannya berkenaan dengan jangkauan dan integrasi pelayanan yang menyentuh seluruh kepentingan umat agama.

Gagasan ini tentu kian menempatkan posisi negara dalam memberikan fasilitas terhadap seluruh masyarakat. Negara hadir di atas segala kelompok kepentingan, termasuk dalam konteks peribadatan.

Baca juga:

Dalam beberapa literatur, keterlibatan negara dalam konteks peribadatan memang beragam. Jauh sebelum revolusi Prancis meletus, kita tahu agama begitu kuat memberikan intervensi kepada masyarakat.

Sayangnya intervensi ini ditolak di kemudian hari karena berpotensi merugikan kelompok lemah dan cenderung melanggengkan kelas penguasa.

Artinya bahwa, keterlibatan negara dalam mengatur sistem sosial masyarakat tidak lebih dari sekedar fasilitasi dan itu harus mempunyai ‘izin’ beragam pihak yang mewakili. Di sisi yang lain, harus merekam dan mengorientasi kebijakan pada kepentingan publik semata.

Kita tahu, Indonesia merupakan negara-bangsa yang fondasi keberadaannya dibangun atas perbedaan-perbedaan. Negara pada risalah pendiriannya, memang dihadirkan untuk memberikan dan mengakui segala bentuk perbedaan ini, termasuk dalam agama.

Fasilitasi pernikahan untuk semua umat beragama, sebagaimana dicetuskan Kemenag, pada akhirnya adalah bentuk pengakuan dan keberpihakan terhadap keberagaman itu. Artinya negara ingin melepas atribusi eksklusif pelayanan terhadap kelompok tertentu, dan membuka ruang memberikan fasilitasi bagi kelompok lainnya.

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button