Opini

Islam Nusantara sebagai Mandat Peradaban

PERADABAN.ID – Gugusan pondok pesantren di seluruh Indonesia yang tersebar dari pedesaan hingga perkotaan menjadi ciri dari Islam yang lekat hingga kini. Dilansir dari Kemenag (September 2022), terdapat 1,64 juta santri di pondok pesantren seluruh Indonesia.

Dari corak ini, kemudian lahir satu term bernama Islam Nusantara. Term “Islam Nusantara” bukanlah sebuah keyakinan, bukan juga sebuah akidah. Melainkan sebuah istilah yang mencerminkan Islam dengan pembawaan budaya, adat istiadat, dan keramahan dari masyarakat Indonesia.

Pemahaman itu, merupakan sebuah arti dari kontekstualisasi ajaran Islam. Upaya menjadi penganut agama yang menghindari konservatif, tidak menginginkan adanya sebuah perubahan, sementara perubahan itu sendiri sudah dinikmatinya dari sejak dahulu.

Lebih lanjut saya tegaskan, bahwa Islam Nusantara adalah metodologi dakwah untuk memahamkan dan menerapkan universalitas (syumuliyah) ajaran Islam sesuai prinsip-prinsip ahlussunnah wal jamaah, dalam suatu model yang telah mengalami proses persentuhan dengan tradisi baik (‘urf shahih) di Nusantara, dalam hal ini wilayah Indonesia, atau merupakan tradisi tidak baik (‘urf fasid) namun sedang dan atau telah mengalami proses dakwah amputasi, asimilasi, atau minimalisasi, sehingga tidak bertentangan dengan diktum-diktum syari’ah.

Baca juga:

Definisi di atas, dari segi skala berlakunya memiliki kesamaan seperti definisi kedua. Namun, definisi ini mengandung penekanan, di samping pada metodologi dakwah, juga pada universalitas ajaran Islam, prinsip-prinsip ahlussunnah wal jamaah, dan proses dakwah amputasi, asimilasi, atau minimalisasi untuk mensterilkan metodologi dakwah itu dari tradisi-tradisi lokal yang menyesatkan.

Alur berpikir yang tercermin dalam definisi ketiga itu juga kurang jelas, untuk tidak dikatakan kacau, sehingga tidak mudah dipahami kecuali dilakukan telaah secara cermat dan teliti, karena alur berpikirnya yang berkelok-kelok.

Mengacu pada Prof. Azyumardi Azra (2015) dalam sebuah karya dengan judul ‘Islam Nusantara Jaringan Global dan Lokal’ dan Nor Huda (2013) dengan judul ‘Islam Nusantara Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia’, maka istilah Islam Nusantara bukanlah sebuah penggunaan istilah baru, melainkan telah dikenal cukup lama diberbagai kalangan, termasuk yang diperkenalkan kedua penulis tersebut.

Hanya saja, kedua penulis ini menjelaskan Islam Nusantara ini dari segi tinjauan historis (fakta sejarah), namun belum banyak menyentuh tinjauan metodologis.

Beberapa tahun terakhir tercatat, Islam Nusantara menjadi lebih populer karena dijadikan sebuah tema utama pada gelaran Muktamar Nahdatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang Jawa Timur, 2015 silam. Sementara Nahdlatul Ulama, mewakili umat Islam mainstream Indonesia, Islam Nusantara makin terpublikasikan dalam masyarakat Muslim Indonesia yang lebih luas, menembus masyarakat perkotaan hingga pedesaan.

Penentuan tema utama Islam Nusantara dalam muktamar tersebut sebagai respons terhadap citra Islam di pentas internasional yang semakin merosot bahkan cenderung dinilai negatif oleh beberapa pihak, lantaran banyaknya kasus-kasus kekerasan yang dilakukan dengan mengatasnamakan Islam, baik pembunuhan, penyanderaan, pengeboman dan tidakan teror lainnya.

Penulis mencoba merefleksikan pemahaman Islam Nusantara dengan menampilkannya sebagai pembawaan yang humanis serta mudah diterima di kalangan masyarakat Indonesia sebagai negara yang berpedoman pada Bhinneka Tunggal Ika, sudah barang tentu memiliki banyak keanekaragaman bahasa, agama, budaya serta ragam kesenian lokal yang ada dan melekat di daerah setempat.

Sehingga menjadikan banyak daerah di negara Indonesia, salah satunya, mempunyai lagu daerah dengan menggunakan bahasa daerah yang sangat khas dan dialeknya yang cukup unik. Khususnya di Jawa Tengah, ada lagu daerah yang cukup terkenal yaitu Gambang Suling, Suwe Ora Jamu, Gundul-gundul Pacul, Lir-ilir, Cublek Cublek Suweng. Dan, lagu daerah di berbagai daerah Indonesia lainnya.

Baca juga:

Hal di atas terbukti pada zaman dahulu saat sebelum digunakan istilah Islam di Nusantara, para penyebar Islam di tanah Jawa (Walisongo), salah satunya, menggunakan tradisi sebagai sarana metode dakwah untuk mengajak orang yang belum mengenal Islam secara lebih mendalam.

Tentu metode dakwah, seperti dengan menggunakan lagu daerah dan di iringi alat musik tradisional itu dipilih karena lagu dan iringan alat musik bisa menentramkan pikiran kita dan membuat hati kita lebih tenang.

Mandat Peradaban

Menurut Gus Yahya sapaan akrab Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatu Ulama, Islam Nusantara punya mandat menciptakan peradaban dan tatanan dunia yang harmonis. Selain Islam Nusantara, organisasi kegaam Nahdlatul Ulama juga punya mandat untuk memperjuangkan tatanan yang adil. Begitu pula dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Gus Yahya menilai bahwa NKRI juga memiliki mandat serupa dengan Islam Nusantara dan Nahdlatul Ulama.

Gus Yahya meyakini keberhasilan NKRI, Islam Nusantara, dan Nahdlatul Ulama dalam menciptakan tatanan dunia yang harmonis karena masing-masing memiliki modal. Gus Yahya memandang bahwa NKRI, Islam Nusantara, dan Nahdlatul Ulama tegak atas dasar menghormati kesetaraan. Selain itu, NKRI, Islam Nusantara, dan Nahdlatul Ulama dinilai oleh Gus Yahya sangat menjunjung martabat antar sesama.

Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa Islam Nusantara merupakan identitas Islam ditinjau dari segi kawasan, yang bisa disejajarkan dengan Islam Arab, Islam India, Islam Turki, dan sebagainya.

Baca juga:

Islam Nusantara merupakan model pemikiran, pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran Islam melalui pendekatan kultural, sehingga mencerminkan identitas Islam yang bernuansa metodologis. Islam Nusantara ini merefleksikan pemikiran, pemahaman, dan pengamalan Islam yang moderat, inklusif, toleran, cinta damai, menyejukkan, mengayomi dan menghargai keberagaman (kebinekaan).

Semoga kita sebagai generasi penerus Nahdlatul Ulama mampu untuk terus menyerap khazanah-khazanah samudera keilmuan dari para alim ulama dan kiai NU demi terus memperjuangkan dan menegakkan Islam ramah dan tetap dapat diterima oleh seluruh peradaban di Indonesia dan masyarakat dunia.

Wallahu A’lam Bish Showwab

Oleh: A’isy Hanif Firdaus, LTN NU PCNU Brebes

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button