Opini

Menyemarakkan Transisi

PERADABAN.ID – Pawai obor mengular di beberapa daerah. Sebagai penanda transisi atau pergantian tahun baru hijriah, nyalanya menerangkan harapan dan asa. Mulai dari koreksi terhadap peristiwa dan sikap masa lalu, sampai harapan perbaikan untuk masa kini dan masa datang.

Riuh semarak, rupanya tersemat juga dalam reshufle kabinet yang dilakukan beberapa hari sebelumnya. Kendati menjadi hak mutlak Presiden, tidak menutup celah harapan publik bahwa transisi kepemimpinan itu menggantung setumpuk perbaikan di sisa masa jabatan.

Beberapa pos di kementerian dirombak. Seperti pos Menteri dan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Wakil Menteri BUMN, dan Wakil Menteri Agama.

Diakui atau tidak, mengenai reshufle memang yang banyak mendapat sorotan mengenai transisi di Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Selain atas pandangan politis, tentu saja Kementerian ini ditimpuk persoalan hukum yang menyengat sorot publik.

Baca juga:

Tetapi yang tidak kalah pentingnya, adalah pergantian Wakil Menteri Agama. Saiful Rahmat Dasuki, yang menggantikan sosok senior Zainut Tauhid Sa’adi, tentu harus menerima dengan kebesaran hati dan ketegapan pundak menghadapi beban pelayanan di Kementerian Agama.

Dari ragam pemberitaan, Wamen Saiful mendapat banyak dukungan dan sikap optimisme. Dirinya dinilai layak membersamai Menag Yaqut. Dari sekian yang menjadi problem belakangan ini, mengenai praktek keagamaan yang masih dinilai relatif ekslusif dan cenderung dijadikan alat politik.

Fenomena ini menjadi tantangan dalam penerapan moderasi beragama dalam lingkup masyarakat yang plural. Menag Yaqut pasca dilantik, sebenarnya sudah menggaris agama sebagai inspirasi, bukan aspirasi. Ini menjadi satu ‘baliho’ besar yang mustinya ajeg dikonsolidasikan ke berbagai tingkat.

Sederhannya, bisakah Wamen Saiful Rahmat – bersama Menag Yaqut – menggarap tantangan itu? Menjawab secara hitam putih, tidak mungkin. Antara iya dan tidak, rasanya masih panjang dan membutuhkan pembuktian sebab belum genap seminggu mejabat.

Tepat pada tanggal 20 Juli 2023 kemarin, dalam Temu Konsultasi Seniman dan Budayawan Nusantara 2023 di Jakarta, dengan tegas beliau menyampaikan irisan agama dan seni serta budaya saling melengkapi.

Bahkan dirinya mengatakan, dengan mengutip Clifford Geertz, menempatkan peran penting dan strategis kiai atau ulama dalam kehidupan beragama sebagai cultural broker. Hal ini berasas pada fungsi screening bagi budaya luar, nilai-nilai yang dianggap merugikan dan melemahkan budaya lama.

Baca juga:

Jika diilustrasikan, tuturnya, kiai bagaikan dam atau waduk yang menyimpan air untuk menghidupi daerah sekitar. Agama dan budaya adalah dua entitas yang saling mengisi dan saling mempengaruhi. Islam memiliki nilai universal, sedangkan budaya juga mencerminkan nilai-nilai moral, etika, dan identitas suatu masyarakat.

Pendapat ini tentu membawa angin segar, bahwa Indonesia mempunyai para pemimpin yang bisa mengakumulasi nilai agama dan budaya menjadi satu entitas kekuatan, keunikan, dan potret keindahan kehidupan beragama dalam sirkulasi udara yang kadang, cenderung melemahkan, memaksa dan menempatkan yang lain sebagai liyan.

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button