Berita

Gus Yahya: Ancaman Terbesar dari Budaya Digital adalah Dehumanisasi

PERADABAN.ID – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), mengatakan bahwa ancaman terbesar dari budaya digital adalah dehumanisasi dalam Studium Generale Menakar Indonesia Ke Depan yang dilaksanakan Universitas Surabaya (Ubaya) pada Rabu (31/8/2022).

“Dehumanisasi ini bahaya sekali. Kenapa kita tahu kalau kita beda, saya Islam, situ Kristen. Situ Buddha, sana Hindu. Saya Jawa, sana Cina. Tapi tidak dengan mudah saling pukul satu sama lain. Karena kita ingat terus bahwa kita juga manusia, punya darah daging yang sama,” terang Gus Yahya.

Dehumanisasi sebagai perilaku atau proses yang merendahkan seseorang dan hal lainnya. Hidup dalam lingkungan teknologi seringkali membuat praktik pertemuan antar muka disepelekan. Dengan kata lain, teknologi berpotensi mengikis budaya komunal masyarakat Indonesia.

“Saya ingatkan bahwa basis budaya kita ini adalah budaya komunal. Saya kira bukan kebetulan kalau kita cenderung lebih harmonis karena budaya kita budaya komunal,” jelas kiai alumni Sosiologi UGM itu.

Mungkin anda juga suka

Gus Yahya memberi contoh orang Jawa yang dari lahir sampai mati itu mengalami banyak sekali momentum komunal.

“Belum lahir saja sudah selametan. Baru 4 bulan di perut diselameti, 7 bulan diselameti, lahir diselameti, selapanan, umur sebulan diselameti, terus, sudah mati diselameti,” jelas Gus Yahya disambut gelak tawa audiens.

Momentum komunal ini menjadi pengingat tentang keberadaan kita sebagai sesama manusia, lebih-lebih, di tengah peradaban digital hari ini. Bagaimana Gen Z yang kecanduan gadget, yang menghabiskan lebih dari 7 jam sehari berselancar di internet.

“Kalian kesulitan merasakan teman-teman sebagai manusia. Jangan sampai kalian tidak melihat, tidak menghayati teman-teman kalian sebagai manusia,” pesan mantan anggota Watimpres itu.

Mungkin anda juga suka

Selain itu, Gus Yahya menjelaskan betapa proses dehumanisasi menjadi awal mula semua bencana. Ia bisa menimbulkan kemaharan kepada korbannya dan menumbuhkan konflik yang besar.

“Konflik PKI itu mulanya dehumanisasi. Ketika PKI menyebut para tuan tanah di desa-desa sebagai setan-setan desa. Labeling itu menyulut kemarahan dan lalu konflik,” kisahnya.

Demikian halnya dengan proses dehumanisasi lain yang belakangan sering terjadi. Seperti penyebutan kafir, munafik, halal darahnya, “halal darahnya bagaimana, orang sama-sama manusia kok!” imbuhnya.

“Jangan lupa bahwa kita ini manusia, bergaul bersama manusia, hidup bersama sesama manusia, kita harus memanusiakan manusia,” pesan Gus Yahya kepada audiens, khususnya kalangan anak muda.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button