Opini

Darurat Dakwah Salafi-Wahabi, Pintu Masuk Terorisme?

PERADABAN.IDKehadiran Salafi Wahabi dengan dakwah riuh-nya di pelbagai platform, menjadi ancaman bagi Pancasila dan NKRI.

Banyak muncul klaim bahwa dakwah agama kok ditolak? Agama kan selalu mengajarkan yang baik? Pertanyaan tersebut memang tidak bisa dipungkiri menjadi momok perbincangan yang selalu diperdebatkan.

Namun harus juga segera disadari, yang sering terjadi ada juga dakwah yang berkedok ajaran agama (Islam) tapi secara perkataan dan tindakan malah menyalahkan dan mengkafirkan amaliyah (praktek keagamaan) umat Islam lain. Agama yang konkret sejatinya adalah yang dihayati oleh pemeluknya dengan sistem ajaran yang menebarkan rahmat kasih sayang kepada seluruh umat.

Dari paparan kejadian-kejadian tersebut, jika kita amati, kita menemukan dikotomi dakwah agama yang saling bertolak belakang. Hal ini menunjukkan adanya dakwah agama secara mekanisme rentan terhadap munculnya radikalisme beragama.

Mekanisme tersebut terkait dengan peran penceramah/pendakwah/dai yang giat mengisi di berbagai pengajian agama sebenarnya berisi ajaran inteloran, ujaran kebencian takfir terhadap amaliyah umat Islam lain, bahkan ingin mengubah ideologi negara dengan sistem khilafah. Gerakan dakwah inilah yang identik dengan sebutan gerakan dakwah Salafi-Wahabi.

Baca Juga

Gerakan salafi Wahabi memang secara diam-diam namun semakin ekspansif di masyarakat Indonesia. Mungkin sangat kecil dibandingkan dengan populasi umat Islam di Indonesia, namun dalam hal kekuatan, jumlah besar dan kecil tidak berkorelasi linear dengan masa sekarang. Pada saat ini kekuatan kelompok sebanding dengan penguasaan teknologi­­­ — termasuk teknologi digital. Arus perkembangan teknologi informasi membuat kelompok Salafi Wahabi mengekspansi melalui berbagai dakwah di platform media sosial.

Kita melihat siaran para pendakwah/ustadz dari golongan mereka di Youtube, Facebook,  dan twitter yang acapkali menjadi trendsetter di media. Hal ini sangat disayangkan, karena dakwah mereka seringkali mencaci, arogan, radikal, kaku, hingga memerangi kelompok lain yang tidak sepaham-keyakinan dan akidah dengan mereka. Ini perlu di waspadai! Kehadiran Salafi Wahabi dengan dakwah riuh-nya di pelbagai platform, menjadi ancaman bagi  Pancasila dan NKRI. Juga menimbulkan masalah bagi organisasi keagamaan di Indonesia yang beraliran Ahlussunnah Wal Jamaah.

Peran Gerakan Salafi Wahabi yang Perlu Diwaspadai

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai sebuah perkumpulan organisasi masyarakat Islam yang beraliran ahlussunnah wal Jam’ah (An-Nahdliyah) dengan meneguhkan prinsip tasamuh (toleran), tawazun, I’tidal untuk menjaga eksistensi NKRI dan menebarkan semangat Islam yang rahmatan lilalamin secara tegas menolak gerakan salafi wahabi yang dinilai masyarakat sebagai Islam radikal atau Islam ekstrim.

Sejak munculnya Salafi Wahabi di Indonesia, wajah Islam yang dahulu sudah dikenal dengan Smiling face; selalu mendakwahkan Islam yang ramah, lembut (humanis), toleran dan penuh kedamaian. Setelah datang gerakan salafi wahabi, wajah Islam berubah menjadi agresif, intoleran, dan penuh kebencian. Oleh karena itu jika ajaran Salafi-Wahabi dibiarkan hidup di negeri ini, maka akan menjadi virus perpecahan ditengah Umat Islam di Indonesia. Bahkan Prof. Dr. KH Said Aqil Siradj menyebutkan bahaya laten dari ajaran Salafi-Wahabi adalah menjadi salah satu pintu masuk jaringan terorisme di Indonesia. Memang Salafi-Wahabi itu bukan terorisme tetapi pintu masuk terorisme karena ajarannya dianggap ekstrim.

Baca Juga Paras Demografis Baru dan “Rekayasa Ansor”

Baik salafi maupun wahabi memang pada dasarnya tidak ada perbedaan, keduanya sama-sama satu keyakinan dan sepemikiran. Salafi bukanlah para pengikut ulama salaf, bukan pula istilah nama dari sekelompok gerakan pembaharuan Islam Pan-Islamisme, melainkan lebih tepat disebut sebagai pengikut Muhammad ibn ‘Abd Wahab (wahabisme) yang berkelanjutan. Istilah Salafi ini dipopulerkan oleh Nashiruddin Al-Al Bani  yang merupakan the new comer dalam kelompok Wahabi.

Polemik terkait kesalah-pahaman terkait istilah Salafi ini memang sudah diracik dengan lihai sebagai bagian dari strategi dakwah oleh Al-Albani, tujuannya adalah untuk menyegarkan dan merestorasi paham Wahabi yang semakin pudar akibat citra negatif dan kegagalan di dunia Islam. Jadi istilah Salafi yang dibawa Albani adalah istilah baru dalam gerakan keagamaan, yang sesungguhnya itu juga bagian dari Bid’ah itu sendiri.  Anehnya kelompok ini terus menggaungkan penolakan terhadap bid’ah itu sesat, namun sejatinya mereka juga menggunakan istilah yang bid’ah (menggunakan istilah yang baru).

Darurat Dakwah Salafi-Wahabi, Bagaimana Sikap Kita?

Baru-baru ini, ada pendakwah/dai-ustadz yang berkedok salafi-wahabi yang pernah mengatakan bahwa berdzikir dan baca sholawat setelah shalat Magrib di masjid ditamsilkan dengan “nyanyi-nyanyian yang bikin rame yang menganggu muslim lainnya di Masjid. Sosok dai ini yang mendoktrin pemahaman masyarakat dengan suka membid’ah dan menyalahkan ajaran umat Islam lain, yang mayoritas Masjid di Indonesia melakukan tradisi amaliyah dengan menggaungkan suara untuk berdzikir dan bershalawat. Ini secara jelas telah mengusik tradisi dan amaliyah beribadah masyarakat yang telah mapan. Bahkan memperolok amaliyah itu dengan cara kasar.

Sikap arogansi dan merasa paling benar (truth claim) dari pendakwah inilah yang memecah belah umat Islam. Klaim kebenaran kelompok atau pendapat dari ulah para penganut Salafi wahabi adalah bentuk dari ajaran Islam yang radikal yang menjerumus pada konflik antar umat beragama.

Jika ditelisik lebih jauh, ajaran Salafi-Wahabi sangat bertentangan dengan kenyataan dan berbenturan dengan Alquran dan Hadis-hadis. Kelompok salafi-wahabi ini memahami al-Quran sepotong-sepotong tanpa memakai akal dan juga pendapat Ijmak para Salaf seperti Imam-Imam Mazhab. Contohnya, sebagaimana dalam buku Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi karya Syaikh Idahram, perihal dzikir dengan suara keras yang divonis Salafi-Wahabi adalah bid’ah, sesat, ternyata dilakukan dan dikerjakan bahkan menjadi sunnah Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya. Berikut dalil yang menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara berjamaah setelah shalat.  “Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. ” [QS. Luqman: 19]

Dari Ibnu ’Abbas Ra. berkata: “bahwasanya dzikir dengan suara keras setelah selesai shalat wajib adalah biasa pada masa Rasulullah SAW”. Kata Ibnu ’Abbas, “Aku segera tahu bahwa mereka telah selesai shalat, kalau suara mereka membaca dzikir telah kedengaran”.[Lihat Shahih Muslim I, Bab Shalat; al Bukhari (lihat: Shahih al Bukhari hal: 109, Juz I).

Baca Juga

Diriwayatkan dari Abi Musa, ia berkata: Kami pernah bersama Nabi saw dalam suatu perjalanan. Kemudian orang-orang mengeraskan suara dalam bertakbir. Lalu Nabi saw bersabda: Hai manusia, kecilkanlah suaramu, sebab kamu tidak berdoa kepada orang yang tuli dan jauh, melainkan kamu berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersamamu … [HR. Muslim, Kitab az-Zikr, No. 44/2704].

Dari hadis-hadis tersebut sejatinya boleh dzikir berjamaah dengan suara jahr (keras), baik dilakukan pada sholat Magrib, Isya, dan Subuh. Yang dilarang adalah suara yang berteriak-teriak seperti keledai.  Lebih berbahaya lagi, Labelisasi murtad, sesat, syirik, kafir dan boleh diperangi juga dialamatkan kepada kelompok lain yang bertentangan dengan Salafi Wahabi. Seakan predikat keislaman yang hanya benar adalah pengikut salafi-wahabi.

Dari kasus gerakan dakwah salafi Wahabi tersebut, kiranya umat Islam harus sangat hati-hati dalam mencari tontonan dakwah di berbagi pengajian, baik di platform media sosial, atau offline di mushola dan masjid-masjid. Jangan sampe salah dalam mengundang penceramah atau ustadz, lihat dulu, apakah Dai/ustadz tersebut selalu menarasikan ajarannya dengan ramah, humanis, dan penuh kedamaian atau tidak. Karena seorang pendakwah yang baik tidak pernah memiliki riwayat/jejak digital mengujar kebencian, menyalah-salahkan bahkan memvonis kafir kepada umat lain. Ingat, Mengkafirkan seorang muslim adalah kekafiran. Sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang mengatakan kepada saudara muslimnya “hai kafir”, maka ia telah kafir. Sekali lagi Gerakan Dakwah Salafi-Wahabi ini berbahaya!

Oleh: Nursodik El Hadee *Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Gorontalo

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button