Opini

Teman Ngobrol Dini Hari

PERADABAN.ID – Gus Yahya, salah satu juru bicara presiden, kerap menjadi teman ngobrol sekaligus santrinya di pondok termegah Indonesia, Istana. Saat KH Abdurraham Wahid atau Gus Dur sedang tidak menerima kunjungan tamu atau kerja kepresidenan lainnya, sontak ajudan memberi tahu Gus Yahya. Dari situlah Gus Yahya akan datang menemuinya, mendengarkan dan sesekali menanggapi apabila diminta. Konon, bisa sampai larut dini hari.

Di ruang kerja itu kami bisa menikmati waktu berdua. Hampir tiap hari ada waktu-waktu seperti itu. Kadang-kadang kami duduk berdua pada pukul tiga dini hari. Sebagaimana tercatat dalam buku Menghidupkan Gus Dur; Catatan Kenangan Yahya Cholil Staquf yang ditulis AS Laksana.

Keseringan dan keintiman itulah yang membuat Gus Yahya jadi banyak tahu tentang Gus Dur (mungkin sebaliknya). Ia bisa sangat paham kepribadiannya, prinsip, keputusan, kebijakan dan termasuk pemikiran Gus Dur tentang umat, NU, politik, bangsa dan dinamika global. Sekaligus, menjadi sumber disebutnya beliau menjadi penerus Gus Dur.

Baca Juga Berita dan Informasi Gus Yahya Terbaru

Saat beberapa peristiwa penting dan genting terjadi, di mana Gus Yahya harus menjalankan tugasnya sebagai Jubir, Gus Yahya tidak meminta keterangan lebih. Tidak juga mengajukan pertanyaan. Ia hanya perlu berhati-hati menyampaikan, sesuai apa yang dituturkan oleh Gus Dur. Sekalipun pernyataan yang akan dibawa itu menimbulkan polemik dan kian membuka rongga relasi antagonistik dengan DPR, yang mbatin Gus Yahya sendiri juga akan membahayakan posisi Gus Dur sebagai Presiden.

Tetapi dari peristiwa itu kemudian Gus Yahya mengambil berkahnya. Mengambil sudut pandang yang melampaui pragmatisme politik, politik jangka pendek. Tidak ada negosiasi pembagian kerja Presiden dan Wakil Presiden secara tertulis, tidak ada negosiasi atas lahirnya Dekrit Presiden itu, semisal.

Semunya keluar begitu saja sebagai kabar dari Gus Dur, kepada mereka yang menyukai sekaligus tidak menyukainya. Pengalaman mendampingi Gus Dur sampai detik kejatuhannya, bukan sesuatu yang bisa didapatkan oleh semua orang. Maka sangat beruntung sekali siapa pun yang berada di sampingnya, termasuk Gus Yahya.

Pengalaman dan pengetahuan inilah yang mendorong sekaligus menjadikan masyarakat, telebih NU, mempunyai harapan besar terhadap Gus Yahya. Prinsip kepemimpinan, mulai dari ketegasan dan kepribadian, dinantikan dalam masa kepengurusannya.

Maka saat dirinya ditanya tentang program dan visinya untuk NU ke depan, adalah tepat jawabannya “menghidupkan Gus Dur”. Jawaban ini seperti melepas jauh-jauh kedekatan personal, yang bisa saja, mendorong labelisasi negatif. “Oh pantesan, orang dekatnya Gus Dur” semisal. Gus Yahya bukan Gus Dur. Beliau hanya pernah hidup bersama Gus Dur.

Bahwa kebenaran antara keduanya yang sangat dekat, adalah fakta. Tetapi “menghidupkan Gus Dur” adalah fakta lain yang jauh lebih penting. Menghidupkan Gus Dur berarti menghidupkan maklumat pemikiran Gus Dur. Menghidupkan apa saja yang ada di dalam Gus Dur, yang itu bisa menjadi pendorong langkah juang NU dengan semangat dan nilai-nilai Gus Dur.

Di lain kasus, mengidentikkan Gus Yahya sebagai Gus Dur, menurut hemat penulis juga kurang tepat, bahkan fatal. Keduanya akan tetap mempunyai diferensiasi, didukung oleh dinamika politik yang juga sangat jauh berbeda, sedekat apapun mereka dulu. Gus Dur adalah milik semua dengan nilai-nilai universalnya; keberpihakan terhadap minoritas, kemanusiaan dan semacamnya. Dan Gus Yahya, salah satu di antaranya.

Baca Juga Tahunnya Nahdlatul Ulama

Menghidupkan Gus Dur adalah menghidupkan visi, misi dan perjuangan Gus Dur yang diperuntukkan untuk semua. Dan Gus Yahya ingin menghidupkan itu kembali ke ruang publik, sebagai konsumsi, sebagai diskursus, sebagai konstruksi.

Menghidupkan Gus Dur, seperti meminta pemikiran-pemikiran, kepribadian dan kesahajaannya menemani Gus Yahya dalam memimpin NU. Sama halnya saat Gus Yahya menemani Gus Dur dulu di Istana, kendati hanya duduk sebagai pendengar, dan sesekali mengajukan tanya jika diizinkan.  

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button