Berita

Sidoarjo dan Kisah Maklumat Keakraban yang Menyatukan

PERADABAN.ID – Kediaman KH Hasyim Latief, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, di Sepanjang, Sidoarjo, pada 10 September 1984, menjadi tempat berkumpul para kiai sepuh dalam kemasan Tahlilan. Setelah sebelumnya, terjadi ketegangan pimpinan Nahdlatul Ulama (NU) menjelang pelaksanaan Muktamar ke-27.

Kedua kelompok itu, Kubu Cipete dan Kubu Situbondo, dalam penyelenggaraan Munas masing-masing, keduanya menerima Pancasila di tengah situasi politik Orde Baru yang represif. Konon, Munas Cipete sudah terlebih dahulu dan menyerahkan kepada pemerintah.

“Tetapi, pemerintah rupanya lebih menghargai hasil Munas Situbondo karena lebih konseptual, ketimbang Cipete yang cenderung sebagai manuver politik untuk mencari simpati pemerintah,” tertulis dalam buku Fragmen-fragmen Muktamar NU dari Era Kolonial hingga Millenial.

Baca juga:

Keputusan pemerintah yang menerima Munas Situbondo, membuat kelompok Cipete melunak. Kebesaran hati itu, kemudian melahirkan Maklumat Keakraban, satu kesepakatan untuk mengakhiri konflik, saling memaafkan dan menyukseskan Muktamar ke-27 NU, 1984.

“Di rumah KH Hasyim Latief itulah lahir sebuah maklumat bersejarah bernama “Maklumat Keakraban” yang ditandatangani tujuh ulama terkemuka: KH As’ad Syamsul Arifin, KH Ali Ma’shum, KH Idham Cholid, KH Machrus Aly, KH Masjkur, KH Saifuddin Zuhri, dan KH Achmad Siddiq,” maklumat ini dengan resmi mengakhiri kisruh yang berlangsung kurang-lebih 3 tahun itu.

“Turun gunung” para kiai sepuh ini, juga memunculkan gagasan mengenai pemilihan Rais Aam dilakukan dengan sistem musyawarah para kiai kharismatik yang bisa menjadi ahlul aqdi yang dipercaya dan disegani, seperti awal berdirinya NU.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button