Gagasan

Ngaji Qonun Asasi NU #3: Setara dalam Pergaulan Kemanusiaan dan Pentingnya Ilmu

PERADABAN.ID – Manusia dilahirkan untuk memperlakukan satu sama lain secara setara. Telah menjadi skenario Allah Swt menjadikan Bani Adam bersuku-suku dengan berbagai macam perbedaan. Ini merupakan cara Allah Swt menyediakan media kepada manusia untuk mengenali dirinya, dengan cara mengenali perbedaan satu sama lain.

Gus Yahya melihat Qs. Al Hujurat ayat 13 sebagai laku manusia dalam mengenali perbedaan. Karena ketika bertemu dengan orang yang berbeda, di situ terdapat proses mengenali diri sendiri dengan baik. Lebih jauh, pengenalan tersebut bisa menjadi jalan untuk mengenali Tuhan (man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu).

Keragaman suku, budaya dan agama yang tergelar di Indonesia, tidak boleh dijadikan alasan untuk saling merendahkan pihak lain. Membela, menggunggulkan kelompok sendiri dan menindas kelompok lain. Merasa bangsanya lebih mulia daripada bangsa lain, tidak boleh. Kita dalam posisi setara.

Karena sesungguhnya penilaian sejati berdasarkan pada takwa. Tidak ada yang mengetahui hakikat takwa. Karena takwa ini merupakan urusan batin, ini hak Allah. Maka kita tidak boleh merasa lebih unggul daripada yang lain. Adapun makna takwa lebih gamblang dijelaskan dalam dua ayat; Qs. At-Taubah (119) dan Qs. Luqman (15).

Baca Juga Berita dan Informasi Gus Yahya terbaru

Permasaan Hak

Dalam Haji Wada’ Rasulullah Saw mengumandangkan khotbah yang menggetarkan dunia kala itu ihwal persamaan hak dan martabat manusia;

“Wahai segenap manusia! Sesungguhnya Tuhanmu adalah Esa (Satu), dan nenek moyangmu adalah satu. Semua kamu berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas orang yang bukan Arab melainkan dengan takwa itulah. Dan jika seorang budak hitam Abyssinia sekalipun menjadi pemimpinmu, dengarkanlah dia dan patuhlah padanya selama ia tetap menegakkan Kitabullah.”

Maka ketika melihat dinamika kemanusiaan yang terjadi dewasa ini, Nahdlatul Ulama merumuskan satu visi tentang apa yang ingin diperjuangkan dalam konteks kenyataan pergaulan kemanusiaan dan dinamika internasional.

NU ingin membangun gerakan global untuk mewujudkan suatu tatanan internasional yang sungguh-sungguh adil dan harmonis, yang ditegakkan di atas prinsip penghormatan kesetaraan hak dan martabat manusia.

Karena hanya dengan itu, menurut Gus Yahya, kita punya landasan dalam membangun perdamaian yang abadi, sebagaimana yang dikatakan dalam cita-cita proklamasi, yaitu ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan atas kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Baca Juga Ngaji Qonun Asasi NU #2: Back to Syariah

Pentingnya Ilmu

Sementara ketika mengutip Qs. Luqman (15) Gus Yahya menilai kalau Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari menghimbau warga NU agar berhati-hati ketika mengikuti orang.

Menurut Gus Yahya, ketika kita mengikuti orang jangan hanya karena faktor lahiriah belaka. Orang yang patut kita ikuti adalah merak yang menyerahkan diri kepada Allah Swt. Hal ini sebetulnya secara kasat mata bisa ditandai lewat sifat-sifat yang terpancar dari perilaku ulama.

Maka, jauh sebelum itu, dalam Qs. Al-Anbiya (7) dijelaskan kalau sejarah itu penting. Ahli sejarah menjadi tempat orang-orang untuk bertanya perihal apa yang terjadi.

Karena, menurut Gus Yahya, sejarah akan memberikan kita pemahaman tentang dinamika kenyataan hari ini dan membantu kita untuk memperkirakan masa depan.

Sementara itu, Qs. Al-Isra’ (26) dan Qs Ali Imran (7) merupakan dua ayat yang menjelaskan tentang pentingnya ilmu. Bagaimana ilmu diperoleh, bagaimana kedudukan, memuliakan dan mengikuti mereka yang sungguh-sungguh memiliki ilmu.

Baca Juga Ngaji Qonun Asasi NU #1: Gagasan Raksasa Hadratussyaikh Ihwal Pendirian Nahdlatul Ulama

Maka di dalam istinbath al-ahkam sesuatu itu harus well-verified. Tidak boleh memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan syariat berdasar kira-kira.

Sehingga tidak diragukan kesimpulannya. Karena perintah ini, walaa taqfu ma laysa laka bihi ilm. Maka ketika Kanjeng Nabi tidak tahu yang beliau menunggu wahyu.

Selaras dengan itu, niyiatul mukmin khoirun min amalihi, niatnya orang mukmin lebih baik daripada amalnya. Karena niatnya sudah menetapi laku imannya, entah sampai kapan.

Maka niat sebagai orang mukmin ini sangat berharga, kita cuma nunggu, entah sampai kapan. Sedangkan umur kita terbatas.

Imam Al Ghazali mengatakan bahwa husnul khotimah yang sejati apabila orang tidak punya ganjalan apapun tentang dunia ini ketika diambil ruhnya. Ridho sudah, tidak ada yang diberati tentang hidup, walaupun sedang semangat hendak melakukan sesuatu kebaikan yang belum selesai.

*Naskah ini merupakan transkip dari pengajian Kitab Qonun Asasi NU yang diampu oleh Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf selama bulan Ramadan di kediaman beliau.

Afrizal QosimAlumni PP Qomaruddin Bungah Gresik, Pimred Peradaban.id

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button