Ngaji Qonun Asasi NU #7: Wasiat Peradaban Hadratussyaikh
PERADABAN.ID – Hadratussyaikh mencandra peradabaan dengan konsekuensi-konsekuensi yang bisa kita lihat hari ini.
Pada awal Abad 20, peradaban Islam mengalami goncangan yang luar biasa. Keruntuhan Daulah besar Islam pasca Perang Dunia I, seperti Turki Usmani, Mughol dan Timbuktu mengakibatkan runtuhnya konstruksi peradaban Islam.
Hal ini dikarenakan selama berabad-abad berkembangnya Daulah Islamiyah tersebut, semua penguasa mengikuti mazhab Ahlussunnah wal Jamaah.
Pada masa itu, para ulama menggantungkan penjagaan mazhab ini kepada penguasa-penguasa politik di Turki, Mughol dan Timbuktu. Sehingga tidak tumbuh tradisi berorganisasi di antara para ulama Aswaja.
Para ulama hanya memberlakukan hubungan pengajaran, tanpa ada niatan untuk membangun jaringan antar ulama. Maka, ketika kerajaan-kerajaan Ahlussunnah wal Jamaah mengalami kemerosotan, muncul tantangan hebat terhadap mazhab Aswaja.
Baca Juga Ngaji Qonun Asasi NU #6: Pertolongan Allah Menyertai Jamaah
Sementara itu, para penguasa politik tidak lagi punya kepedulian yang cukup terhadap tantangan tersebut, sehingga terkesan dibiarkan.
Ketika tumbuh gerakan Alu Sa’ud, walaupun upaya pemberontakan pertama mereka berhasil digagalkan dengan kedatangan pasukan dari Mesir Abad 18. Sesudah itu, gerakan tersebut tetap berjalan tanpa ada yang peduli.
Pusat kekuasaan di Turki Usmani tidak lagi berdaya, sementara kalangan ulama Ahlussunnah wal Jamaah tidak memiliki ikatan yang mengorganisir mereka dalam satu gerakan bersama, padahl Alu Sa’ud dengan Wahabi-nya sangat solid.
Disusul kemudian gerakan modernisme awal Abad 19 yang, mempurifikasi dan menentang segala macam kemapanan dari wawasan Islam klasik yang menjadi batang tubuh paling utama dari mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah, tidak ada yang menghadapi.
Baca Juga Ngaji Qonun Asasi #5: Rahmah itu Aspirasi Tertinggi Seorang Mukmin
Hadratussyaikh meresahkan tidak adanya sebuah platform bagi para ulama untuk bergerak bersama pasca runtuhnya Turki Usmani. Umat Islam sudah kehilangan puncak kohesifitasnya, sehingga konsolidasi peradaban mengendor begitu rupa.
Maka, Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari berpikir untuk mengajak para ulama untuk berkumpul, bersatu, bergerak bersama, sembari mengutip syair, Hadratussyaikh mengatakan;
“Berjamaahlah kalian wahai anak-anakku, jika kegentingan datang melanda, dan jangan ada yang bercerai-berai, sendiri-sendiri. Cawan-cawan tidak akan pecah bila bersama, tetapi ketika bercerai, maka satu persatu akan pecah berderai”
Hadratussyaikh mencandra peradabaan dengan konsekuensi-konsekuensi yang bisa kita lihat hari ini.
Memenangkan Indonesia
Dalam konteks kekinian, Gus Yahya menilai kalau bangsa Indonesia terpecah belah, Jawa tidak mau bersatu dengan Minang, Sunda, Maluku, Aceh dan lain sebagainya. Masing-masing memikirkan kelompoknya sendiri, tidak memikirkan keselamatan bangsa, karena mereka dikelabui oleh hawa nafsunya masing-masing.
Baca Juga Ngaji Qonun Asasi NU #4: Kesabaran dalam Disiplin Barisan
Ketika belajar dari Gus Dur, Gus Yahya menyimpulkan bahwa ajaran Gus Dur dengan segala perjuangannya, melihat bahwa tidak ada cara yang lebih baik ketika menolong Islam selain menolong kemanusiaan seluruhnya.
Kalau kita hanya memikirkan Islam, suatu waktu Islam menang, tapi ketika ia kalah, tidak ada yang bisa diandalkan. Sehingga dunia tidak akan mencapai kedamaian. Karena kalau kemanusiaan tertolong, Islam akan tertolong.
Begitu juga dengan Indonesia, cara terbaik menolong Nahdlatul Ulama adalah menolong Indonesia seluruhnya. Kalau Indonesia tertolong, Nahdlatul Ulama pasti tertolong.
Tapi kalau NU hanya mementingkan kepentingannya sendiri, dia menanam permusuhan dengan saudara sebangsa yang lain. Dan ini tidak akan baik bagi bangsa seluruhnya.
Merawat Wasiat
Sejak awal funding fathers bersepakat untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, supaya negara ini terus-memupuk rasa bersatu di antara sesama.
Lazim diketahui bahwa sebelum kemerdekaan memang ada warisan sejarah di antara kelompok berbeda-beda, bagaimana hubungan Jawa-Sunda, Jawa-Minang, Jawa-Aceh, Maluku-Aceh, Bugis-Madura, tapi yang perlu kita rawat dari warisan tersebut adalah mari berpikir tentang satu bangsa.
Baca Juga Ngaji Qonun Asasi NU #3: Setara dalam Pergaulan Kemanusiaan dan Pentingnya Ilmu
Karena pada dasarnya, banyak serigala yang ingin menerkam Indonesia. Serigala Amerika, Cina, Autralia, Yahudi, Arab, masyaallah, banyak yang mengincar dan ingin menerkam.
Indonesia masih selamat dalam keadaan kita terpecah belah, itu karena serigalanya belum sampai, atau serigalanya itu saling tarung di antara mereka, kalau mereka sudah bertarung maka satu kelompok akan mengalahkan kelompok yang lain.
Oleh karena itu, kalau Indonesia tidak bisa membangun kesatuan yang sungguh kuat, ada alasan bagi kita untuk khawatir bagi masa depan kita bersama.
*Naskah ini merupakan saduran dari pengajian Kitab Qonun Asasi NU yang diampu oleh Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf selama bulan Ramadan.
Afrizal Qosim, Alumni PP Qomaruddin Bungah Gresik
2 Comments