Ngaji Qonun Asasi NU #8: Islam Agama Peradaban
PERADABAN.ID – Peradaban dunia di akhir Abad-18 menjadi momentum tumbuhnya gerakan-gerakan sosial di berbagai belahan dunia jajahan. Wahabisme, modernisme, Islamisme hingga komunisme menjadi bagian dari ideologi baru yang berkecambah kala itu.
Fenomena ini muncul lantaran jamak bangsa jajahan sedang bergolak. Mereka mencari jalan untuk membangun gerakan kemerdekaan masing-masing. Karena itu, menyerap berbagai macam ideologi untuk membangkitkan perlawanan adalah salah satu jalan yang ditempuh.
Wahabisme dari Najed yang berkoalisi dengan Alu Sa’ud menyita cukup perhatian dari kelompok Islam di seluruh dunia. Wahabi dengan corak purifikasi agama, mencoba menafikan keilmuan keagamaan yang tumbuh sejak zaman Rasulullah Saw, dengan kata lain, menolak ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah.
Ajaran Aswaja dianggap keliru, bahkan banyak tuduhan syirik dan bid’ah kepada para ulama Ahlussunnah wal Jamaah, hingga mereka menganggap para ulama tersebut halal darahnya.
Baca Juga Ngaji Qonun Asasi NU #7: Wasiat Peradaban Hadratussyaikh
Sehingga muncul kecaman-kecaman yang dilancarkan kepada Wahabi. Salah satunya, Imam As-showi (w. 1241 H) dalam tafsir Ash-Showi terang-terangan menyebut Wahabi sebagai Khawarij hadza zaman, Khawarij masa kini.
Sementara Syaikh Zaini Dahlan (w. 1304 H), sosok ulama yang menjadi simpul sanad ilmu dari para ulama Ahlussunnah wal Jamaah, secara terbuka mengecam gerakan Wahabi.
Gerakan Wahabi yang berkoalisi dengan Alu Sa’ud melalui bantuan Inggris tersebut pada awal abad-20 berhasil mengambil alih Hijaz, bahkan menguasai Haramain dan mendirikan kerajaan pada tahun 1923 yang dinamakan, “al Mamlakah al Arabiyah as-Saudiyah”, Kerajaan Arab dari Dinasti Saud.
Tatapan dunia kemudian tertuju pada Hijaz, terutama kalangan ulama Ahlussunnah wal Jamaah, khususnya Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari di Indonesia yang mengisahkan kalau ajaran Wahabi yang merisaukan tersebut cepat membesar dan membawa kegelapan dan kesuraman.
Baca Juga Ngaji Qonun Asasi NU #6: Pertolongan Allah Menyertai Jamaah
Hadratussyaikh, yang membuat seruan kepada para ulama dan orang-orang beriman kemudian memberikan peringatan keras terhadap merebaknya ajaran Wahabi tersebut dengan mengutip Hadis Nabi Saw;
“Ingatlah ilmu pengetahuan ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian, sesungguhnya hari kiamat, muncul banyak pendusta, janganlah kamu menangisi agama ini bila ia berada dalam kekuasaan ahlinya. Tangisilah agama ini bila ia berada di dalam kekuasaan bukan ahlinya,” (Hadis Shahih Imam Ahmad dan Hakim)
Islam Agama Peradaban
Dari hadis tersebut, Gus Yahya coba mencandra dengan melihat konteks lebih luas perihal bagaimana Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah sanggup bertahan sejauh ini.
Gus Yahya menilai kalau Islam merupakan agama yang membawa peradaban yang lebih baik bagi umat manusia. Hal ini terlihat dari bagaimana Aswaja ditopang oleh konstruksi keilmuan dengan disiplin fungsi yang telah mapan.
Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah sudah terbukti. Karena, pertama, dalam prinsipnya agama tidak boleh mengarang sendiri, ia harus tumbuh melalui transmisi sanad maupun spiritual. Sementara yang lain mengingkari sanad ini, bahkan berani membikin mazhab sendiri tidak memakai referensi.
Kedua, dari segi wawasan, hanya wawasan Aswaja yang memiliki instrument untuk mencerna masalah secara semestinya, untuk mencerna tantangan yang dihadapi oleh umat dengan cara berpikir yang komprehensif sekaligus disiplin terhadap ilmu-ilmu keagamaan.
Baca Juga Ngaji Qonun Asasi #5: Rahmah itu Aspirasi Tertinggi Seorang Mukmin
Ulama Aswaja menjabarkan bahwa di dalam akidah mengikuti mazhab Imam Abu Manshur al Maturidi dan Imam Abu Hasan Al-Asy’ari, kenapa? Karena mereka mampu mendamaikan antara nash dengan akal.
Syariat mengikuti empat mazhab, Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I, Imam Handal, mereka mendialogkan nash dengan realitas, dengan mengambil penalaran yang komprehensif. Tentang bagaimana cara kita menyikapi realitas berdasarkan sumber-sumber agama tersebut.
Tasawuf mengikuti Imam Abul Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali dan Imam Junaid al Baghdadi, karena mereka berdua mendamaikan syariat dengan hakikat.
Khashaish Ulama Indonesia
Artikulasi berabad-abad yang dibangun oleh ulama Aswaja dalam menyemai formasi sosial melahirkan kekhasan ulama Indonesia. Karena pada dasarnya Hadratussyaikh dalam Qonun Asasi NU ingin menyadarkan para ulama.
Sementara ulama merupakan tokoh yang karena kapasitas keilmuan dan otoritas spiritualnya diikuti oleh banyak orang, didaulat menjadi pemimpin.
Baca Juga Ngaji Qonun Asasi NU #4: Kesabaran dalam Disiplin Barisan
Maka para ulama di Indonesia ini selain menjalankan fungsi sebagai khadimul ilm mereka juga membawa fungsi ri’ayyatul ummah. Bukan hanya mengajar ilmu agama, melainkan juga mengurus umat.
Para ulama tersebut menjadi destinasi umat untuk menyelesaikan masalah-masalah. Sehingga para ulama ini memiliki radiasi sosial yang menjadikan suatu masyarakat ini menjadi pengikut-pengikut setiap ulama.
Adapun pengikutnya berasal dari segala macam profesi, baik orang kaya, lemah, kuat dan lain-lain. Menurut Gus Yahya hal ini menjadi kenyataan di Nusantara, yang hampir tidak bisa ditemui di belahan dunia Islam yang lain. Jiwa raganya dilakukan untuk membela ulama yang diikutinya.
Halummu ila hadzihil jam’iyyati. Mari bergabung dengan jam’iyyah Nahdlatul Ulama ini, masuklah dengan penuh kecintaan, kasih sayang, rukun, bersatu dan dengan ikatan jiwa raga.
*Naskah ini merupakan saduran dari pengajian Kitab Qonun Asasi NU yang diampu oleh Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf selama bulan Ramadan.
Afrizal Qosim, Alumni PP Qomaruddin Bungah Gresik
2 Comments