Opini

Moderasi Beragama dalam Memahami Ruang Sakral

Ketika ruang sakral dianggap ternoda oleh hal profan maka masyarakat tentunya akan merasa kurang nyaman dan tidak mendapatkan sesuatu i’tibar dari ulama yang dihauli.

PERADABAN.ID – Bulan Hijriah masih dalam suasana Syawal pasca momentum Ramadhan mulia, kesan lebaran tetap melekat pada acara keagamaan yang diadakan di beberapa wilayah Kalimantan Selatan. Penulis menelusuri dan menemukan dua momentum yang terjadi di bulan Ramadhan hingga Syawal tahun 1445 Hijriah.

Pertama berita wafatnya ulama kharismatik yaitu KH Saifuddin Zuhri atau yang dikenal dengan sebutan Tuan Guru Banjar Indah, beliau wafat pada tanggal 7 April 2024 dan bertepatan dengan 26 Ramadhan 1445 Hijriah. Beliau merupakan keturunan dari ulama masyhur yaitu Syekh Arsyad Al-Banjari dari pihak ayah bernama KH Abdurrahman.

Semasa hidupnya sosok tuan guru Banjar Indah mendedikasikan diri untuk mengajarkan agama pada umat melalui majelis dengan nama Bani Ismail. Istilah Bani Ismail diambil dari nama kakek beliau KH Ismail Khatib. Kedua ada Haul Syekh Arsyad Al-Banjari ke 218 yang digelar pada tanggal 15 April 2024 bertepatan pada tanggal 6 Syawal 1445 H.

Baca Juga Sosok Gus Yahya dan Narasi Nahdlatul Ulama

Istilah diatas sangat erat dengan kata Haul, menurut Samsul Munir Amin dalam jurnalnya berjudul “Tradisi Haul Memperingati Kematian di Kalangan Masyarakat Jawa” ia mengutip definisi Mudjahirin Thohir yaitu

Haul merupakan peringatan hari wafatnya seorang kiai yang diadakan oleh ahli warisnya. Memperingati hari wafatnya seseorang dari tokoh agama yang telah berjasa kepada masyarakat, menjadi hal yang cukup penting diadakan sebagai wujud untuk mengenang jasa-jasa mereka untuk kemudian diambil suri teladan, sebagai uswatun hasanah.[1]

Definisi haul tidak hanya berlaku sebatas kalangan kiai melainkan masyarakat awam di Kalimantan Selatan melaksanakan haul tersebut. Inti pelaksanaan haul adalah mengambil contoh perilaku baik dari orang yang diadakan haulnya.

Haul dalam sebuah ruang kajian dapat dinyatakan sebuah ritual sakral yang turun temurun dilaksanakan. Ia masuk pada dimensi terpisah dengan ruang profan. Sebelum melanjutkan, kita akan mengenalkan istilah sakral dan profan yang dipaparkan oleh Mariasusai Dhavamony. Istilah Mariasusai mengutip Emile Durkheim dengan sebutan sesuatu yang kudus. Dan Kudus terpisah dengan ruang profan, ia merupakan kedudukan yang dianggap tinggi dalam system kepercayaan.[2]

Baca Juga Sosok yang Disiapkan Oleh Sejarah

Fenomena sakral di kalangan masyarakat sangat memiliki arti mendalam bagi masyarakat yang meyakininya. Ketika ruang sakral dianggap ternoda oleh hal profan maka masyarakat tentunya akan merasa kurang nyaman dan tidak mendapatkan sesuatu i’tibar dari ulama yang dihauli.

Fenomena itu dapat dilihat pada saat haul Syekh Arsyad Al-Banjari yang ke 218. Anggapan masyarakat tidak tercurah pada dunia nyata melainkan di dunia sosial. Kemarahan beberapa kalangan masyarakat perihal dalam acara haul dimasuki oleh endors politik dari pejabat provinsi. Masyarakat menyebutkan ini merupakan “ketulahan” atau dalam arti kualat kepada Datuk Syekh Arsyad Al-Banjari.

Masyarakat menilai istilah politik merujuk kepada sesuatu hal yang mengambil kekuasaan, untuk berkuasa dan menguasai. Pandangan masyarakat menyatakan tidak elok apabila ruang haul yang dianggap sakral dimasuki oleh kepentingan poltik yang bernilai profan.

Kalangan masyarakat tentunya menilai dengan rujukan dari seorang kalangan ulama kharismatik Kalimantan Selatan yaitu tuan guru Syekh Zaini Abdul Ghani atau yang dikenal dengan nama masyhur Abah Guru Sekumpul.

Baca Juga Obituari KH Chalid Mawardi: Heroisme Pembela Ansor-Banser dalam Sidang Kabinet 1964

Dalam ceramahannya beliau pernah menyatakan “aku kada ridha apabila sekumpul dimasuki politik” ceramah tersebut apabila diinterpretasikan oleh beberapa kalangan masyarakat bahwa sekumpul boleh didatangi oleh kalangan manapun namun, siapapun yang datang tidak mendominasi atau mengarahkan acara pada nuansa politik. Maksud arahan nuansa politik yaitu sering ada sambutan-sambutan dari pejabat dan melakukan pencitraan politik sehingga acara haul menjadi tidak berkesan dan khidmad.

Bagaimana moderasi beragama menanggapi hal tersebut?

Moderasi beragama tidak hanya menjadi solusi konflik dalam hubungan antar umat beragama. Melainkan sebuah solusi yang menjadi sikap menghargai pada ruang sakral masyarakat. Agama adalah ruang sakral yang dianut masyarakat yang harus dihargai oleh siapapun dan tidak boleh dinodai oleh ruang profan yang mana salah satunya adalah politik.

Penulis mengutip dari ungkapan pimpinan organisasi yang saat ini menjadi Menteri Agama yaitu Yaqut Cholil Qoumas dalam orasinya agama merupakan sesuatu sakral yang tidak boleh masuk pada ruang politisasi agama. Kita harus menghargai apa yang diyakini penganutnya. Kita tidak boleh memaksakan agar agama masuk ruang politik sehingga dapat menimbulkan dikotomi di kalangan masyarakat majemuk.

Baca Juga Wajah Baru Kementerian Agama: Dari WTP Hingga All-Out Cegah Korupsi

Persoalan haul kepada ulama di Kalimantan Selatan dapat diartikan sakral. Momentum haul diisi ceramah, I’tibar sikap baik yang dilakukan ulama semasa hidupnya diceritakan kepada masyarakat dan menjadi ajang muhasabah atau intropeksi diri masyarakat. Selain itu kebiasan acara haul diiringi oleh lantunan sholawat yang menjadi semangat mencintai kepada Nabi Muhammad SAW.

Pejabat memberikan sikap menghargai kepada acara haul yang dilaksanakan dengan tidak memasukkan ungkapan berbau politis dalam acara sambutan. Agar masyarakat tidak menjadi salah sangka kepada pemimpinnya. Apalagi dalam arus transformasi jaman didominasi digital seperti media sosial.


[1] Samsul Munir Amin, Tradisi Haul Memperingati Kematian di Kalangan Masyarakat Jawa, Jurnal Ilmiah Studi Islam, Volume 20, No. 2, Desember 2020, hlm 81

[2] Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Jakarta: Penerbit Kanisius, 1995), Hlm.87

Oleh: Paidillah Rijani, Waketum PW Gerakan Pemuda Ansor Kalimantan Selatan

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button