Opini

Mineirazo

PERADABAN.ID – Brasil melanggengkan kutukan. Sebagai penyandang 5 gelar Piala Dunia, tapi melulu absen juara di kandangnya sendiri. Mineirazo, petaka takluknya Brasil atas Jerman dengan skor telak 7-1, saat Brasil menjadi tuan rumah di tahun 2014.

Brasil seperti mengangkat kaki dari rumahnya sendiri. Keluar dari gelanggang dengan wajah tertunduk. Kekalahan besar ini, mengulang pilu puluhan tahun lamanya. Tepat di angka genap tahun 1950, Tim Samba harus mengakui keunggulan Uruguay di Stadion Maracana. Kekalahan ini, dikenang sebagai Maracanazo.

Tepat 4 tahun setelah Maracanazo terjadi, das Wunder von Bern (Keajaiban Kota Bern) menggema. Hungaria harus mengakui Jerman sebagai tim yang unggul, gelar juara untuk Jerman.

Jerman tidak mempunyai pemain bersinar di antara lainnya. Beberda dengan Brasil yang kala itu mempunyai Neymar (meskipun absen dalam pertandingan). Apalagi, bukan Tim Tango yang mempunyai ‘dewa’ bernama Maradona, atau Messi di tahun 2014.

Baca Juga Berita dan Informasi Gus Yahya Terbaru

Pele suatu kesempatan memberi komentar atas pertanyaan; apa keutamaan Jerman? Kendati tidak semua jawabannya tepat bahkan fatal.

“Kesebelasan Jerman mempunyai “roh kesebelasan”, Dan “roh” itulah kekuatan mereka. Karena “roh” itu, tiap pemain mau bekerja sama. Kendati tidak mempunyai pemain menonjol, mereka selalu mempunyai organisasi yang mengagumkan, mereka selalu mampu untuk menjadi satu. Jika Jerman masuk sampai ke final, pada hemat saya, hanyalah Brasil yang dapat mengalahkannya,” Pele, sebagaimana dikutip Sindhunata (2017).

Pada hemat yang lain, Jerman sempat terpuruk karena kepragmatisan Bundesliga. Keasikan mengimpor pemain yang sudah bersinar, dan bersamaan abai akan pemain lokal. Jerman tersungkur dalam Euro 2000, jauh berjarak dengan Belgia dan Prancis.

Deutscher Fuβball-Bunn (DFB) bergerak lekas. “Dosen terbang” dibentuk DFB untuk memberi materi tambahan kepada pemain-pemain muda. Pelatih fisik sampai fisioterapi ditempatkan di bilik-bilik akademi, sekaligus pemusatan data medis, personal, analisa performa para pemain dilakukan.

Baca Juga Gus Yahya Jadi Dirigen Para Kiai Menyanyikan Indonesia Raya

Hasilnya? Lihat saja Mezut Ozil, Thomas Muller, Marco Reus ataupun Sami Kheidira yang tetap padu saat membela Nationalmannscaft, walaupun bermain di klub-klub yang berbeda. Mereka sudah saling tahu sama tahu. Sebab, mereka juga dididik oleh guru yang sama kendati berlatih di klub yang berbeda-beda (Panditfootball.com, 2014).

Sembari menerka laga Piala Dunia tahun ini di Qatar, tentu saja dengan bayang-bayang kesebelasan Jerman, tetiba penulis tersontak mendengar notif lirih yang menunjukkan satu judul dari laman media online di handphone saya.

Kongres Fatayat telah usai di Palembang. Rupanya penutupan secara resmi oleh Gus Yahya itu telah memutuskan proses transisi yang purna, Sekum Fatayat sebelumnya, naik tahta menjadi Ketum.

Saya menguliti apa keistimewaan Margaret sampai dirinya melaju dengan cara aklamasi. Segeralah Channel Youtube saya klik. Saya dengarkan perlahan demi perlahan apa yang menjadi pokok sambung-sinambung dari pidato yang maraton didengarkan penuh antusias itu. Dan tentu saja, kelakar-kelakar di dicampuri tawa dan tepuk tangan para hadirin.

Baca Juga Dialog Antara Pedang dengan Batang Leher (Bag. I)

Ucapan selamat dan terima kasih sudah barang tentu akan lazim dan mudah didengar. Tapi subtansinya apa? Kaderisasi, eksekusi agenda dan kepemimpinan perempuan rupanya. Benang subtansi yang dituturkan Margaret, kemudian dijahit secara lengkap oleh Gus Yahya.

Pelan-pelan saya memikirkan, apa kesamaan antara kesebalasan Jerman dan PBNU? Entahlah! Setiap padanan bisa ditarik dari sebelah mana saja, dan selebihnya, adalah pengecualian-pengecualian.

Bayang-bayang Albert Camus melintas. Dikutip dalam pengantar buku Bola di Balik Awan tetiba membunyikan lonceng demikian bunyinya; dalam hal keutamaan dan tanggung jawab akan tugas, saya belajar dan berhutang budi pada sepak bola.

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button