Kisah

Mbah Wahab (1): “Communication-Gap” Antara Gadjah & Kuda

Diambil tjontoh oleh KJAI WAHAB, ketika balatentara Islam bertempur menghadapi tentara Parsi, orang-orang Islam dengan pasukan-kuda, sedang orang Parsi menggunakan pasukan-gadjah

PERADABAN.ID – Dalam sedjarah hidup NU mengalami djuga lintasan-modernisasi. Tetapi angin modernisasi ini tidak pernah mendatangkan kedjutan-kedjutan yang menggegerkan.

Angin modernisasi jang bertiup ke dalamnja tidak pernah merupakan taufan prahara jang mendjebol asal mendjebol. Angin itu selalu bertiup sepoi-sepoi basah, silir semilir dengan sedjuk menjegarkan. Sebabnja, karena antara kaum-tua dan kaum muda-nja tidak terpisah oleh djurang jang tak terdjembatani.

Atau kalau menurut bahasa sekarang, tidak mengenal communication-gap. Sebabnja jang terutama karena didikan dan djiwa pesantren jang selalu mempraktekkan adjaran JARHAM SHAGHIRONA WA JUWAQQIR KABIRONA – melindungi jang muda dan memuliakan jang tua.

Didikan tersebut telah mendjalin suatu pekerti bahwa kaum-tua memahami aspirasi kaum muda dan sebaiknja kaum-mudanja berfikiran dewasa.

Dengan melalui nidham-organisatoris, aspirasi pemuda jang sekaligus membawa angin “modernisasi” itu tertampung mula-mula dalam sebuah kelompok NASHIHIN, kemudian ANSOR NU (A.N.U) dengan status organisasi orderbouw N.U.

Dalam Muktamar N.U. ke – 14 di Magelang pada tahun 1939 ANSOR N.U. meminta persetudjuan N.U. mengesahkan berdirinja B.A.N.U (Barisan Ansor NU) sebagai sebuah organisasi-pemuda militant dengan bentuk “jeugdstorm” atau “jeugdbeweging” jang sifatnja lebih dewasa dari sekadar kepanduan. 

Walaupun “greenlight” belum setjara formil diberikan oleh NU, akan tetapi sebagai kaum-tua dalam NU telah merestui berdirinja B.A.N.U. hingga hampir seluruh kota Djawa  telah berdiri dengan pesatnja. Mereka mengenakan pakaian seragam kemedja hidjau dan tjelana putih dengan petji dan dasi berwarna hidjau dengan lambang NU berwarna putih. Mereka berbaris dengan mengikuti alunan suara genderang dan terompet.

Baca juga:

Ngaji Qonun Asasi NU #1: Gagasan Raksasa Hadratussyaikh Ihwal Pendirian Nahdlatul Ulama
Ngaji Qonun Asasi NU #2: Back to Syariah

Tidak semua kaum-tua dalam Muktamar ke – 14 dapat menjetudjui organisasi B.A.N.U. sebuah “jeugdbeweging” jang sudah diluar batas apa jang mungkin bisa diizinkan.

Ketika golongan pro dan kontra sudah sampai dipuntjaknja. KJAI WAHAB tjepat naik kepodium. Diperingatkan bahwa soalnja karena kedua fihak belum memahami aspirasinja masing-masing. Kedua fihak tjuma berada didunianja sendiri-sendiri.

Diambil tjontoh oleh KJAI WAHAB, ketika balatentara Islam bertempur menghadapi tentara Parsi, orang-orang Islam dengan pasukan-kuda, sedang orang Parsi menggunakan pasukan-gadjah.

Akan tetapi karena kuda orang-orang Islam tidak pernah mengenal gadjah, dan sebaiknya gadjah² orang Parsi tidak mengenal kuda orang Islam, maka kedua angkatan perang ini tidak pernah bisa bertempur, baru ber-hadap²an sadja masing² kuda dan gadjah lari tunggang langgang.

Seorang panglima Islam mempunjai sebuah gagasan, agar orang-orang Islam mebeli sebanjak-banjak Gadjah, lalu dilatih berhari-hari supaja hidup “rukun” dengan kudanja masing-masing. Pada sa’at dipandang telah tiba waktunja, pasukan Islam menyerang menjearang tentara gadjah Parsi.

Kuda orang Islam yang telah mengenal gadjah orang Parsi, sebaliknja gadjah orang Parsi jang tidak pernah bergaul dengan kuda tetap mempunjai ketakutan kepada kuda, hingga achirnja mereka dengan mudah diserbu kuda orang-orang Islam.

Kekalahan orang Parsi menurut KJAI WAHAB antara lain karena gadjah-gadjahnja tidak pernah ber-“komunikasi” dengan kuda!

Kita memerlukan “gadjah” dan “kuda” sekaligus – demikian KJAI WAHAB – toch keduanya sama-sama makan rumput. Sebab itu kita kumpulkan mereka dalam satu kandang, ja’ni “kandang” NAHDLATUL -‘ULAMA.

Kontan sadja Muktamar dengan suara bulat memberi izin berdirinya B.A.N.U. dengan uniform pakaian hidjau-putih, dengan genderang dan terompetnja. Djurang telah didjembatani.

Kalangan Sjurijah merestui dan mendorong aktivitas B.A.N.U. karena memahami aspirasi kaum muda jang disiapkan untuk mewaris kepemimpinan dimasa datang, demikian pula anak-anak muda tetap menta’ati ka’idah-ka’idah Sjurijah agar aspirasinja tetap diatas garis kebenaran, agar tidak hanjut dalam gelombang modernisasi asal dan sembarang modernisasi jang tidak karuan udjung dan pangkalnja.


Catatan:

  • Diambil dari buku Almagfur-lah K.H. ABDUL WAHAB CHASBULLAH Bapak dan Pendiri NHDLATUL – ULAMA karya Saifuddin Zuhri: Penerbit & Offest Yamnunu Jakarta.
  • Dipublikasikan kembali untuk keperluan edukasi dengan sedikit penyesuaian teknis.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button