Opini

“Hijrah”, Ketaatan yang Terpeleset

PERADABAN.IDSemangat ketaatan dalam fenomena “hijrah” – mayoritas pemuda – merupakan sebuah anugerah yang luar biasa. Namun, sayangnya, terkadang mereka lupa bahwa berkasih sayang merupakan salah satu wujud dari ketaatan, terjebak dalam memahami agama hanya sebatas halal dan haram saja, padahal Islam begitu luas dalam memandang seluruh aspek kehidupan.

Taat itu tidak hanya berkaitan dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah, tetapi juga horizontal dengan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Ini berarti menyayangi, menghormati, dan berbuat baik kepada sesama manusia, tanpa memandang agama, suku, adat, atau budaya juga sendi dari ketaatan.

Ketika seseorang benar-benar taat kepada Allah, seharusnya cinta kasihnya semakin berkembang. Seperti Rasullulah mencontohnkannya.

Baca juga:

Rasulullah begitu menjunjung tinggi toleransi terhadap umat agama lain, beliau mengasihi musuh setelah peperangannya usai, beliau bahkan berdoa kepada Allah untuk musuh-musuhnya. Akhlak rasulullah adalah kelembutan hati, tidak bersikap keras dan kasar, dan itulah yang menyebabkan orang-orang merasa dekat dan nyaman dengan beliau.

Rasulullah datang tidak dengan kekerasan, beliau datang dengan kelembutan. Jika ada ajaran yang membuatmu cenderung menghakimi, pertanyakanlah ajaran itu.

Selain itu pada salah satu tausiyahnya Buya Yahya bercerita, suatu ketika Nabi Muhammad SAW mempercepat sholatnya padahal biasanya sholatnya nabi itu memakan waktu yang tidak sebentar, lalu ditanya kenapa mempercepat sholatnya Nabi Muhammad menjawab “tadi ada bayi menangis, aku khawatir ibundanya gelisah.”

Artinya ibadah itu memang suatu urusan antara hamba dengan Allah, namun jangan sampai memandang kecil hubungan antar sesama manusia.

Di sisi lain, ketika kita meyakini bahwa Islam adalah agama yang sebenar-benarnya, timbullah rasa ingin mengajak orang-orang terdekat untuk sama-sama menjalani hidup yang islami karna kita berpikir itulah yang terbaik, namun perlu diingat bahwa hati itu milik Allah. Lakukanlah apa yang ada di dalam kontrol kita, karna memaksakan itu justru bisa membuat mereka semakin jauh. Seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an :

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu adalah Yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl [16]: 125).

Baca juga:

Sebaliknya, marilah kita memperluas pengaruh nilai-nilai Islam melalui teladan kehidupan yang baik, memberikan nasihat dengan penuh kasih sayang, dan siap sedia membantu sesama tanpa menghakimi. Dalam hal ini, kita dapat mengambil contoh dan meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam bergaul, memberi nasihat, serta menyikapi pandangan yang berbeda.

Melalui pendekatan ini, kita mampu menjadi umat Islam yang menerangi dunia dengan cahaya kasih sayang dan kebaikan, tidak hanya di kalangan sesama Muslim, melainkan juga kepada seluruh umat manusia. Mematuhi ajaran Islam tanpa menghakimi adalah langkah pertama menuju harmoni, perdamaian, dan persatuan di tengah-tengah umat manusia. Ketika kasih sayang yang kita berikan sebagai kaum Muslim diterima dengan tulus, maka ajaran Islam pun akan lebih mudah tersebar dan diterima dengan hati terbuka.

Wallahu a’lam bishowab

Oleh: Anisa NA, Kader IPPNU

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button