Gus Yahya Tawarkan Islam Universal
PERADABAN.ID – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) memberikan tawaran baru terkait bagaimana Islam ditawarkan dengan argumentasi universal.
“Kalau kita ingin menawarkan nilai Islam kita tawarkan dengan memberikan alasan-alasan yang universal, jadi tidak melulu harus dengan dalil-dalil,” terangnya dalam Ngaji Budaya Abad Kedua NU yang diselenggarakan DPP PPP, Rabu (15/03).
Karena, menurutnya, di dalam konstruksi masyarakat Indonesia, apalagi di lingkungan Nahdlatul Ulama bahkan di lingkungan yang lebih luas, ulama itu sebetulnya sudah mempunyai kedudukan otoritatif yang bisa menjadi dalil.
“Pada suatu kesempatan, ada halaqah di Sarang, Kiai Maimoen Zubair Allahu Yarham mengatakan dengan sorih sekali, bahwa “Indonesia ini wajib NKRI, tidak boleh dibikin yang lain,” kenangnya.
Baca Juga
- Berita dan informasi Gus Yahya terbaru
- Ngaji Budaya Abad Kedua NU, Gus Yahya: Otoritas Ulama Adalah Otoritas Peradaban
Dawuh KH Maimoen Zubair tersebut di mata kiai kelahiran Rembang, 15 Februari 1966 itu sudah menjadi dalil, “Kiai Maimoen Zubair ini sudah nafsud dalil”, terangnya.
“Jadi kalau dulu Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab Hasbullah mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak usah nanya dalilnya, ya itu dalilnya Kiai Hasyim, karena kedudukan otoritas para ulama ini,” lanjut Gus Yahya.
Sehingga, menurut Gus Yahya, ulama kita mempunyai kapasitas dalam menawarkan Islam tanpa harus membuat alasan-alasan simbolis Islam itu sendiri tapi menawarkannya dalam kemasan yang universal.
Baca Juga
- Mendikbud Nadiem Minta Masukan PBNU soal Perundungan, Kekerasan, dan Intoleransi di Sekolah
- Gus Yahya Terima Kunjungan Menteri Pembangunan Sosial Singapura Bahas Tiga Hal
“Maka kita harus bisa menemukan, dengan cara apa sebetulnya Islam ini harus diperjuangkan supaya lebih kuat pengaruhnya di dalam masyarakat,” harapnya.
Gus Yahya lalu menjelaskan bahwa pada era Demak, kekuatan pengaruh Islam tidak sekuat pada era Mataram Islam karena Demak cenderung formalistik sedangkan Mataram lebih menggunakan tradisi lokal sebagai kendaraan.
“Saya sendiri sebetulnya berpikir bahwa Islam seharusnya ditawarkan dengan argumentasi-argumentasi universal, argumentasi-argumentasi yang diterima orang banyak walaupun tanpa harus menyebut Islam,” ujar Gus Yahya.
One Comment