Opini

Eco-Anxiety dan Ansor Hub

PERADABAN.ID – Eco-anxiety belakangan ramai dibicarakan. Kendati belum masuk kategori gangguan klinis, tetapi tergolong dalam ketakutan kronis akan bencana lingkungan.

Menariknya, eco-anxiety muncul di tengah dua fenomena paradoksal. Pertama, semakin orang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan, di sisi yang lain dia teramat khawatir akan lingkungan.

Dan nahasanya, eco-anxiety ini banyak menimpa anak muda. Salah satu penelitian menyebutkan dari 10.000 anak muda di beberapa negara, 60 persen mengalami kekhawatiran amat dalam terhadap kerusakan lingkungan.

Tampaknya, kekhawatiran anak muda – selain terhadap keuangan – akan masa depannya, salah satunya adalah masa depan lingkungan. Mereka khawatir terhadap bencana alam, perubahan iklim, penundulan hutan, keputusan dan kebijakan yang tidak integral terhadap kelestarian lingkungan sampai dengan kelayakan lingkungannya (rumah layak huni, tempat bermain dst).

Artinya, kepedulian lingkungan anak muda bisa berimplikasi pada rentannya mereka akan kesehatan mental. Eco-anxiety seperti gejala logis dari apa-apa yang terjadi terhadap lingkungan.

Medical News Today (Andina, 2023) menegaskan muasal kecemasan lingkungan berasal dari pengalaman, risiko atau memiliki orang yang dicintai dan berisiko berhadapan dengan cuaca ekstrem terkait iklim, termasuk badai, kekeringan, dan kebakaran hutan.

Selain itu, masyarakat mulai mengalami kecemasan yang ekstrim atau kronis karena merasa tidak dapat mengendalikan masalah lingkungan, terutama perubahan iklim.

Baca juga:

Ecohub?

Palopo, seperti menjadi tempat terakhir dalam rangkaian Harlah ke-90 Gerakan Pemuda Ansor yang mewajibkan kepedulian lingkungan. Sebelumnya ada di Brebes, Banyuwangi dan banyak tempat lainnya.

Keserentakan ini menandakan Ansor telah menangkap lingkungan dalam dekapan bencana. Dan di situlah, kesadaran ekologis harus mulai digalang.

Seperti berkelindan, eco-anxiety yang melanda anak muda, juga di sisi yang lain Ansor sebagai organisasi anak muda bergerak memeluk lingkungan. Apabila ini menjadi gerak padu dan berkelanjutan, tentu saja Ansor menjadi mudah mewakafkan keberadaannya sebagai wadah berkumpulnya anak muda yang peduli akan lingkungan.

Bagi Ansor, kepedulian gerakan terhadap lingkungan sudah mengakar. Nilai-nilai luhur keagamaan telah mengamanahkan untuk bergerak ke arah lingkungan.

Gus Yahya melalui konsep manusia sebagai khalifah, menegaskan dengan terang bahwa alam bukan semata milik manusia akan tetapi seluruh makhluk. Bahwa dalam konsep itu juga, alam tidak hanya bagi generasi sekarang tetapi juga generasi berikutnya.

Manusia sebagai khalifah, dengan demikian menempatkan alam sebagai hal yang organik bagi kehidupan manusia dan sekitarnya. Maka tepat seperti yang dikatakan oleh KH Ali Yafie, bahwa alam harus dilihat bukan semata objek pemuasan manusia yang melahirkan egosentrisme. Tetapi sebagai hal organik semesta.

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button