Opini

Melucuti Islamofobia

PERADABAN.ID – Islamofobia makin rumit. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (MU PBB/UNGA) di markas besarnya, New York, AS, memproklamasikan 15 Maret sebagai Hari Internasional Memberantas Islamofobia (The International Day to Combat Islamophobia).

Al-Qur’an memuat banyak ayat yang membawa perintah untuk merespon dengan santun, sekalipun bagi penghina Islam yang menakutkan.

Di sinilah, apa yang kita sebagai muslim harus lihat: pandangan yang sangat negatif perihal Islam, yang biasa disebut sebagai Islamofobia, adalah kenyataan, mematikan, bahkan menjadi masalah di dunia.

Di satu sisi, hal itu berasal dari faktor di luar kita; nativisme di Barat, problem pengalaman pahit Barat dengan Gereja di abad pertengahan membuat mereka alergi dengan agama, supremasi Hindu di India atau totalitarianisme di Cina.

Namun, hal ini juga bisa jadi berasal dari faktor yang ada dalam diri kita — penghakiman dari banyak perbuatan mengerikan atas nama Islam hari ini, dari terorisme sampai tirani, dari patriarki hingga kefanatikan.

Menjadi lumrah jika kemudian sebagian non-muslim terkejut atas perbuatan keliru tersebut, dan menilai Islam sesuai dengan kenyataan yang dilihatnya.

Sebagai gantinya, menjadi tugas utama kita adalah membersihkan rumah kita, menantang interpretasi ekslusif demi keyakinan kita, dan juga membangun aliansi dengan semua orang yang berkemauan baik yang berkomitmen menjaga keutuhan hak asasi manusia.

Mungkin anda juga suka

Februari 2020, Menteri Hukum Jerman menunjukkan bahwa negaranya akan melakukan sebagian itikad tersebut ketika mendeklarasikan bahwa gerakan teroris kanan adalah ancaman nomer satu bagi Jerman.

Pernyataan itu mencuat usai golongan sayap kiri yang berpandangan rasis membunuh 9 orang yang masih sangat belia di Bar Hookah di kota Hanau.

Kita seharusnya bisa merespon Islamofobia dengan tidak menguatkannya, tapi setidaknya bisa melucutinya.

Jawaban yang tepat banyak terkandung dalam Al-Qur’an.

Pertama, Al-Qur’an memperingatkan kita supaya menolak nasib malang yang merusak suasana ruang publik muslim masa kini: kemarahan.

Ayat Al-Qur’an 3:134, mendefinisikan muslim baik sebagai, setidaknya, seperti “orang yang menahan kemarahannya dan memaafkan orang lain.”

Ayat lain yang juga memuji Nabi seperti Ibrahim, Isa dan Syu’aib untuk mempunyai sifat “hilm”. Sebuah moral kebajikan yang menyiratkan rasa kesabaran, kelemah-lembutan dan yang memaafkan.

Mungkin anda juga suka

Dalam ayat 16:125, Al-Qur’an juga menjelaskan bagaimana “hilm” harus dipraktikkan ketika muslim bermusyawarah denga orang lain:

“Serulah manusia kepada jalan Tuhan dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”

Di ayat lain, 41:34, Al-Qur’an bahkan melangkah lebih jauh, menasehati apa yang kini kita sebut dengan “killing with kindness”:

“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia”

Sehingga, melalui pencerahan ayat-ayat ini, reaksi Muslim melawan Islamofobia harus dengan santun dan berani, dan “dengan cara yang baik.”

Muslim bahkan seharusnya keluar dari cara mereka untuk mengalahkan hati dan pikiran dari mereka yang tampak bermusuhan.

Alasan mengapa hal itu jarang dilakukan adalah karena ayat-ayat yang dikutip di atas belum sepenuhnya mendefinisikan perspektif Islam dalam relasinya dengan non-muslim.

Memang, Al-Qur’an juga mempunyai ayat-ayat yang menyerukan perang melawan “kafir” sampai mereka meyakini Islam dan ditundukkan.

Mungkin anda juga suka

Di dalam Islam abad pertengahan, ayat-ayat perang ini disorot sebagai bagian penting dari tradisi jurisprudensi umum yang tidak bisa disalahkan berkembang di bawah kerajaan yang lapar dan kejam.

Tradisi ini, bahkan secara eksplisit ditopang oleh lebih dari 100 ayat-ayat Al-Qur’an yang menyerukan kebajikan, termasuk ayat yang baru saja dikutip di atas — 16:125 dan 41:34.

Lebih buruk dari itu, ahli hukum Islam abad pertengahan menemukan hukum penistaan yang parah yang dilakukan untuk menghukum siapapun yang menghina Islam.

Di antara keputusan para ahli hukum ini, ada lebih dari 48 orang Kristen dari Kordoba di pertengahan abad 19 secara terbuka memfitnah Nabi Muhammad, hanya untuk dipenggal kepalanya.

Jelas, membunuh dengan kebaikan telah hilang, dan digantikan dengan membunuh dengan pedang.

Hari ini, virus di balik episode suram seperti itu masih menginspirasi kaum ekstremis di dunia muslim. Bagaimanapun, kita, muslim yang berakal, tidak perlu taklid buta untuk mematuhi hukum Islam abad pertengahan.

Kita bisa berdamai, tidak ada perang, layaknya kondisi normal dari kebutuhan manusia. Demikian pula, kita bisa membela keyakinan kita tidak dengan kekuatan tirani, tapi dengan musyawarah dan kebajikan.

MU PBB menerima proklamasi ‘Hari Internasional Memberantas Islamofobia 15 Maret’, yang diusulkan negara-negara OKI dengan Pakistan sebagai ‘wakil’ yang memperkenalkan proklamasi tersebut.

Tapi beberapa pihak lalu membuat tafsir lain terkait proklamasi itu. Bahkan terkesan direaksi secara politis.

Yusuf Ali Syafruddin

Pegiat di Kajian Islam dan Kebangsaan

Related Articles

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button