Kongres GP AnsorOpini

Ditempa Laut, Berlabuh di Dermaga

PERADABAN.ID – Bagi nenek moyang kita, laut adalah persaudaraan yang menyambungkan segala lini kehidupan. Sisi historis telah mengalungkan ekonomi, sosial, politik hingga agama pada leher-leher bahari.

Di Madura, utamanya di pesisir, laut adalah pelataran rumah kehidupan. Zawawi Imron, sang penyair itu, menjelaskannya dengan berbantal ombak, berselimut angin.

Baca juga: Addin Jauharudin Jadi Nakhoda Baru GP Ansor

Mereka para nelayan, pun hanya butuh letak bintang kejora menggantung di langit dan matahari terbit dari arah mana langit memunculkannya untuk menentukan dan memperkirakan kapan sampan harus dikayuh untuk menemukan letak ikan bersarang.

Konon, sejarah kedaulatan antara Bali dan Sumenep, pecah di ketuban samudera. Antara fakta dan mitos, demikianlah laut dituturkan pada segenap telinga-telinga penerus.

Sebagai kisah tutur, lambat laun mulai redup. Gerak kehidupan, mulai bergeser pada dinding dan meja-meja. Lalu komputer-komputer yang menyediakan banyak kemudahan.

Siklus kehidupan telah mengantarkan keaslian kita sebagai manusia, untuk selalu niscaya berubah. Tapi yang kekal, tetap nilainya. Yang abadi, adalah teladannya.

Laut bercerita bagaimana watak dan karakter itu dibentuk. Gagah, kuat, dan adaptif menjadi gelanggangnya untuk bertahan.

Laut adalah tempaan, dan dermaga – sebagai bibir yang mengecup pelan-pelan daratan – adalah tempat pulang. Sementara langit, adalah bagian yang jatuh memeluk keduanya.

Baca juga:

Menjelang kapal merebahkan tubuhnya yang gagah ke dinding dermaga, kala loudspeaker suaranya terbawa angin berteriak: diperkirakan 30 menit kapal akan tiba di pelabuhan Tanjung Priok, kamera hape menyala.

“Dalam satu frame kamera, langit, darat dan laut menjadi satu,” batin penulis.

Dan penulis pada akhirnya menyimpulkan, bahwa yang terjadi di darat dan di laut, bahwa tempat pulang darat dan tempaan ada di laut, langit adalah padanan tertinggi yang jatuh di antara keduanya.

GP Ansor baru saja menggelar transisi khidmah dengan sangat-sangat menyejukkan. Tidak ada ruang tarik-ulur, apalagi teriakan dan lempar-lemparan. Kedewasaan kader menghormati perbedaan, menjadi simpul dari penghargaan terhadap penggarapan nilai dari visi mulia organisasi menjadi tujuan utama.

Dari darat ke laut, lalu perairan menjadi perantara kembalinya ke dermaga, kesemuanya di bawah naungan tinggi langit, yang maha mengetahui dan tentu saja, kunci keberhasilan organisasi. Ansor, belabuh kembali untuk khidmah yang lebih mulia.

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button