Berita

Cerita Spiritual Butet: Saya Ini Kan Cuma NU Cabang Kristen, tapi Gus Mus Tulus

PERADABAN.ID – Mengidap penyakit, sampai merasa dekat dengan ajal, barangkali menjadi pengalaman spiritual yang mempunyai nilai tinggi. Dia menjadi absolut miliknya, yang nyaris sulit dapat dibantah ‘kebenarannya’.

Pengalaman itu menjadi berharga, bagi yang mendengar dan melihatnya. Ada nilai yang terkatup teladan, contoh sebagai pengingat.

“Nyuwun kepareng Gus, kulo bade nyium tangan Gus Mus (Kalau boleh gus, Saya ingin mencium tangan Gus Mus),”

“Alah mpun rasah cium-ciuman. Koyo santri kulo mawon, dadak nyium tangan (Sudah, tidak usah pakai cium-ciuman. Kaya santri saya saja, pakai cium-ciuman),”

“Ben wangun. (biar patut),”

“Pun wangun ngeten iki. (Sudah, seperti ini saja sudah patut),”

“Kulo niku mung nyuwon didungo. Mugi Gusti melalui kekuatan Gus Mus, kekuatan konco-konco, menowo wonten sik jenenge mukjizat iku mbok menowo tenan, kulo nyuwun diparingi mukjizat ben iso gadah kemandirian ngangge lungguh kangge melampah. Ning nek raono sik jenenge mukjizat, kulo nyuwun diparingi sehat kuat. Urip kulo ben ra mubazir. Tetep digunane rencang-rencang kulo, dulur-dulur kulo. Ono gunane. (Saya itu punya permintaan. Semoga Gusti melalui kekuatan Gus Mus dan teman-teman, kalau yang namanya mukjizat itu bener-bener ada, saya ingin diberi mukjizat, biar bisa punya kemandirian, untuk duduk dan jalan lagi. Tapi kalau mukjizat itu tidak ada, saya hanya ingin diberi kesehatan dan kekuatan biar hidup saya tidak mubazir dan tetap berguna untuk teman-teman saya, saudara-saudara saya. Bisa bermanfaat.”

Baca juga:

Dialog Butet Kartaredjasa dan Gus Mus di atas terangkum dalam layar Siniar Zulfan Lindan Unpacking Indonesia. Hasil rekaman salah satu anaknya yang diam-diam mendokumentasikan percakapan keduanya, saat Butet, meminta para teman dan saudara, termasuk Romo Sindhunata bertandang ke rumahnya di tengah sakit yang dialaminya.

“Saya waktu itu minta pada Anak – Isteri saya. Sebelum mati izinkan saya untuk merefleksikan spiritualitas saya kepada dua orang, Romo Sindhunata dan Gus Mus. Dan dua orang yang saya harapkan itu datang betul,” kata Butet.

Menurutnya, dia tidak membayangkan Gus Mus akan hadir. Beliau dari Rembang, mengunjunginya yang bukan santrinya, bahkan tidak jelas agamanya. Di hadapan Gus Mus, Butet menceritakan spiritualnya yang akan mati.

“Saya ngoceh, ngelantur bicara di hadapan Gus Mus tentang kematian saya,” lanjutnya.

Bagi Butet, ini merupakan peristiwa yang sangat luar bisa. Bisa mengakui perjalanan spiritual di hadapan ulama besar dan guru bangsa.

“Saya ini kan cuma NU Cabang Kristen, tapi gus mus bisa tulus bisa nyuwuk, bisa disuwuk sama Gus Mus. Saya bersukur banget, diberi hidup,” terangnya diselingi senyum dan tawa tipis.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button