Opini

Tigabelas sampai Delapanbelas Serdadu yang Menembakkan Senjata

PERADABAN.ID – Randall Collins yang menganalisis ratusan foto serdadu yang bertempur dan seperti ditemukan Marshall, menghitung hanya sekitar 13 sampai 18 persen yang menembakkan senjata.

Teropong penglihatan yang menggunakan lensa media melulu disajikan dengan kabar-kabar negatif tentang dunia. Pengrusakan, pembunuhan, darah dan lain sebagainya selalu muncul melengkapi ketegangan demi ketegangan.

Lazim dalam dunia media, yang mempercayainya sebagai watchdog atau alarm bagi publik, melesat jauh dan terimplementasi dalam adagium “bad news is good News” dan lebih dari pada itu, ada yang mengarah pada “if it bleeds it leads”.

Baca juga: Genetik NU

Dunia dalam kacamata adagium tersebut, akan terus membentangkan ancaman ketimbang peluang, sebagaimana Gyldestensted & McIntyre mengatakannya.

Maka dalam buku Jurnalisme Positif (2023), jika diibaratkan lampu sorot yang memandu ke arah mana penonton harus melihat, media lebih kerap menyoroti bencana, perang, kejahatan, nestapa dan hal-hal suram lain sehingga membuat persepsi publik tentang dunia tidak jauh dari gambaran dunia yang kejam, menyedihkan dan tanpa harapan. Sementara faktanya, dunia juga memiliki sisi-sisi yang menggambarkan kedamaian, kegembiraan dan harapan.

Penyederhanaan dunia yang penuh wajah muram kekejaman ini, kian berlipat nuansanya. Lipatan-lipatan kecil dari selipan berita tertentu yang sebenarnya terpisah disusun untuk menunjukkan klaim kebenaran fakta. Hal ini ditopang, atau lebih banyak terjadi, saat media mengalami perubahan radikal akibat perkembangan digitalisasi.

Muncullah apa yang kita sebut dengan semboyan “truth in the making”. Banyak kejadian, dan mungkin tudingan, yang disusun melalui kerja-kerja demikian. Seperti, saat kejadian tertentu yang sangat sensitif, seperti konflik Palestina – Israel, banyak sekali kliping-kliping digital – screenshoot – yang menggambarkan pertemuan-pertemuan tokoh dengan pemerintah Israel. Dan klaim kebenaran fakta yang disusunnya, seolah mereka mendukung tindakkejam Israel atas manusia-manusia Palestina.

Baca juga:

Dan inilah yang belakangan terjadi terhadap Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, kaitannya dengan Israel. Pertemuannya pada 2018 dengan PM Israel, diimplementasikan menjadi informasi hubungan kedua belah pihak yang menggambarkan PBNU berada dipihak Israel.

Suplai informasi ini, dilengkapi dengan item-item lain. Seperti Gus Iqdam dalam saat menceritakan perjalanan beliau selama di Palestina relatif aman dan tidak melulu tentang senjata.

Gus Iqdam merasa tidak ada gangguan saat dirinya berdiskusi dengan imam Baitul Maqdis dan sejumlah syekh di sana. Pun saat beliau berkunjung ke Baitul Maqdis yang konon, penjaganya adalah tentara Israel yang beragama Islam. Penjagaan tanpa intimidasi dan menindas terhadap muslim yang berkunjung ke sana.

Cerita Gus Iqdam, sebenarnya juga sama dengan cerita Ketua PBNU Gus Fahrur kala mendampingi Gus Yahya dan Gus Ipul di Baitul Maqdis beberapa tahun silam. Bahkan beliau menjelaskan ruang pisah yang berkisar ratusan kilo antara Baitul Maqdis dengan jalur Gaza, jarak yang mungkin – relatif hening dari desing senjata.

Baca juga:

Samuel Marshall, seorang ahli sejarah berlatar kolonel mengatakan bahwa rata-rata individu normal dan sehat punya penolakan dalam diri untuk membunuh sesama manusia, sehingga tidak akan membunuh karena kehendak sendiri. Kendati sempat diragukan hasil temuan yang tercantum dalam Men Against Fire itu, tak sedikit pakar yang mendukung kesimpulannya.

Bahkan, Randall Collins yang menganalisis ratusan foto serdadu yang bertempur dan seperti ditemukan Marshall, menghitung hanya sekitar 13 sampai 18 persen yang menembakkan senjata.

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button