Opini

Politik Identitas Banua: Refleksi Tahun Politik Kalimantan Selatan

PERADABAN.ID – Ungkapan yang terngiang oleh penulis saat melewati jalan utama di Banjarmasin. Ada sebuah baliho yang bertuliskan “Asli urang Banua” yang menandakan salah satu calon pemimpin daerah tersebut mempunyai garis darah asli Suku Banjar.

Hal itu selalu dipertontonkan dalam baliho calon legislatif, Bupati, walikota dan gubernur. Menariknya, hal ini menjadi kekuatan magis tersendiri bagi calon tersebut. Setidaknya, isu primordialisme akan memikat pemilih berdasarkan kedaerahan.

Istilah “Asli urang Banua” mempunyai kesamaan di beberapa daerah. Contohnya di daerah Kalimantan Tengah ada istilah dengan bahasa Dayak yaitu “Uluh Itah” yang mempunyai makna orang kita. Istilah itu bermunculan ketika dimulai awal mula tahun politik.

Ongkos politik murah menjadi motif agar para pemilih terikat dalam nuansa kedaerahan. Namun, hal itu dalam masyarakat Banjar (Urang Banua) dan masyarakat Dayak tidak terlalu dijadikan permasalahan serius.

Baca Juga Kretek dan Asap, Kepulan Kemanusiaan Palestina

Persoalan membawa kata asli suku tidak menjadi persoalan. Hal yang menjadi titik picu adalah membawa agama dalam memobilisasi masa.

Di Kalimantan Selatan pada tahun 2000-an publik Kalimantan disuguhkan oleh ungkapan ulama kharismatik yang dikenal dengan nama Abah Guru Sekumpul. Ungkapan beliau kurang lebihnya “ku jadikan anak angkat dunia akhirat” kemudian hal itu menjadi modal untuk dimasukkan dalam ribuan kalender nuansa politik.

Agama dijadikan sebagai alat mobilisasi massa dapat dikatakan politik identitas berbasis agama. Masyarakat akan diberikan visual yang menyatakan bahwa calon itu merupakan orang religius dan dekat kepada ulama. 

Baca Juga NU dan Kelas Menengah

Eman Sulaeman dalam bukunya “politik identitas” menyatakan bahwa politisasi agama mempunyai dampak negatif di kalangan masyarakat. Diantaranya adalah diskriminasi, pelemahan kualitas demokrasi, pemicu konflik antar kelompok agama dan pemecah kesatuan bangsa. 

Diskriminasi pemilih pernah terjadi saat pilkada Jakarta di tahun 2017. Saat ada pemilih yang memilih pemimpin non muslim dan diketahui masyarakat sekitar. Orang yang memilih pemimpin non muslim saat meninggal dunia dia tidak diberikan hak sebagai orang Islam yaitu disholatkan.

Bentuk diskriminasi seperti ini menuai reaksi dari kalangan Islam yang bersikap moderat. Kemudian berbicara pelemahan kualitas demokrasi dalam beberapa diskursus para pemilih hanya disajikan bentuk agama sebagai golongan bukan visi dan misi calon pemimpin tersebut. Pemilih tidak dapat memikirkan hal yang meningkatkan kualitas daerah yang disuguhkan sosok calon pemimpin. 

Baca Juga Moderasi Beragama: Upaya Membangun Ruang Hidup Manusia

Berbicara pemicu konflik antar kelompok agama dilihat pada kasus politik identitas berbasis agama pada tahun 2018 di Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Beberapa kecamatan sekumpulan tim sukses mengundang ustadz ternama untuk berbicara tidak boleh memilih pemimpin non muslim. Hal itu dilakukan pada 3 hari sebelum pemungutan suara. Ada reaksi keras dari beberapa elemen diantaranya kelompok adat suku Dayak. 

Kemudian istilah terakhir yaitu pemecah kesatuan bangsa. Dalam beberapa pembahasan dikatakan kesatuan bangsa menjadi hal final di atas segalanya. Politik identitas berbasis agama akan memunculkan lahirnya ambisi kekuasaan tanpa melihat kesatuan. Ungkapan Gus Dur dalam salah satu wawancara Kick Andy. Kurang lebihnya beliau mengatakan menyatakan jabatan presiden itu setinggi apa? Kenapa harus dipertahankan secara mati-matian. Tapi untuk persatuan bangsa harus diutamakan.

Bercermin dengan hal di atas, penulis menginginkan bahwa memasuki tahun politik kita harus cermat dalam bersikap. Memilih pemimpin merupakan hak yang harus kita gunakan sebagai warga negara. Kesadaran masyarakat tentang bahaya politik identitas berbasis agama sangat diperlukan dalam nuasa tahun politik. Agama jangan dijadikan alat perebut kekuasaan melainkan sebagai alat menuju Tuhan secara hakiki.

Oleh: Paidillah Rijani, Kader PW GP Ansor Kalimantan Selatan

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button