Opini

Nahdlatul Udik: Merayakan Kebangkitan Baru NU

PERADABAN.ID – Kita sudah letih membahas betapa lelahnya perjalanan mudik dari tahun ke tahun. Mudik –kembali ke udik– sudah menjadi bagian dari kemapanan tradisi. Ia diperbincangkan dalam syak wasangka sebagai persoalan nasional, yang melibatkan hampir seluruh sektor kehidupan, seluruh lapisan sosial. Jauh-jauh hari aparatur negara pasang badan, mengatur alur mudik.

Penampakan mudik menjadi hal wajar bagi migran yang tersisih di perantauan. Ke-bakoh-an hidup di tanah rantau yang ugal-ugalan, seketika berganti kelamin, melunak, tatkala bersua sanak keluarga di kampung halaman.

Meski, kata Mohamad Sobary, ia bukan bagian dari “tradisi agama”, melainkan fenomena modern, banyak diantara mereka meyakini mudik sebagai saat yang damai untuk kembali. Mengecup kening ibu dan sungkem di kasarnya telapak tangan bapak.

Baca Juga

Karena itu, mudik Lebaran sebenarnya bisa menjadi upaya continuum sosial kultural ketika seseorang merantau ke lain daerah. Sehingga orang tidak tercerabut dari akar budayanya.

Begitu pula, tahun ini merupakan mudik pertama di Abad Kedua Nahdlatul Ulama. Umar Kayam (2002) menyebut mudik sebagai manifestasi dialektika kultural yang sudah eksis berabad-abad lamanya. Lebih jauh, Emha Ainun Najib (1994) menilai mudik sebagai pemenuhan tuntan sukma untuk bertemu dan berakrab-akrab kembali dengan asal-usulnya.

Baca Juga Keluarga Global

Maka kemudian, interpretasi kontemporer membaca mudik yang mula-mula marak di era 70-an, menemani gairah perubahan sosial berupa urbanisasi .

Nahdlatul Udik secara bebas diartikan sebagai kebangkitan para udik, para orang-orang kampung yang hendak memperjuangkan nasib hidupnya ditengah pergulatan antar manusia.

Seperti halnya pergaulan NU dalam kancah global dan nasional. NU memperkuat posisinya dengan merekognisi wawasan peradaban sebagai asas dalam menumbuh-kembangkan pengalaman komunitas muslim ahlussunnah waljama’ah sebagai keluarga global.

Baca Juga

Dalam ritus ini, NU melakukan perjalanan yang melintasi batas greografis untuk tidak hanya berujar tentang Islam di kendang sendiri. Melainkan bagaimana wawasan Islam bisa menjadi pedoman hidup yang teramat kukuh bagi masyarakat global.

Kebangkitan ini, tentu saja dimotori oleh Fiqih Peradaban yang menjadi “Kode Staquf” guna mengubah persepsi serta pola pikir masyarakat dalam melihat Islam dan dunianya. Kode Staquf ini menggaransi Piagam PBB sebagai landasan berbasis Syari’ah. Sehingga aturan hukum yang diramu berdasarkan peraturan tersebut dianggap sebagai aturan yang sesuai dengan konstruksi syariah Islam.

Ala kulli hal, Nahdlatul Udik melalui Merawat Jagat Membangun Peradaban adalah kebangkitan baru Nahdlatul Ulama dalam mengagungkan ekspresi kultural agar selaras dengan wawasan global dengan begitu representasi orang-orang udik tidaklah tunggal!

Yusuf Ali Syafruddin

Pegiat di Kajian Islam dan Kebangsaan

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button