Opini

Menjauh dari Polemik Pra-Modern

PERADABAN.ID – Banyak umat Islam saat ini yang masih bingung tentang bagaimana sebenarnya hubungan operasional antara Islam (sebagai agama) dan negara modern.

Di seluruh dunia, kita banyak menemukan adanya tren untuk memformalisasi agama sebagai sistem legal yang dominan. Tidak terkecuali Indonesia, seperti yang diperlihatkan tidak hanya oleh ambisi beberapa organisasi muslim, tetapi juga oleh tindakan pemerintah daerah tertentu.

Indonesia misalnya, sebagai negara, masih terlibat dalam mendefinisikan batas-batas “ortodoksi”. Sebagaimana tercermin dalam undang-undang penistaan agama, di mana negara mendefinisikan mereka yang dianggap sesat dan kemudian memperlakukan mereka seperti warga negara kelas dua.

Hubungan antara Islam dan negara ini harus diatasi dengan pemikiran Islam yang melampaui zamannya. Jika negara benar-benar menganut kebebasan beragama, polemik dalam menentukan keyakinan mana yang benar dan mana yang sesat atau kafir akan menjadi antitesis terhadap jiwa dan karakter bangsa itu sendiri.

Islam harus menjauh dari polemik pra-modern ini. Tentu saja, pikiran yang maju membutuhkan pengalihan konsentrasi terhadap pernyataan polemik yang, seringkali tidak empiris dan tidak dapat diverifikasi itu.

Baca Juga Akselerasi Kapasitas Peran

Gus Yahya mencoba menjauhkan Nahdlatul Ulama dari polemik pra-modern itu. Dengan memberi takwil atas berdirinya NU, Gus Yahya menekankan jika berdirinya NU bukan untuk mendirikan negara di dalam negara. Melainkan merintis peradaban baru yang terakhir dipegang oleh Turki Usmani.

Peradaban baru yang dicita-citakan oleh NU adalah peradaban yang bersifat rohani, spiritual yang dibutuhkan oleh manusia secara universal. Karena itu, meminjam istilah Gus Yahya, NU yang relevan adalah NU yang mampu menghadirkan khidmah yang dibutuhkan, yaitu keajegan mempersembahkan maslahat-maslahat yang nyata-nyata dirasakan.

NU lalu menjadi perwujudan peran masyarakat sipil untuk menyokong Pemerintahan negara dalam mencapai tujuan-tujuan negara, baik dengan kerja sama maupun kontrol.

Menghidupkan Api

Gagasan peradaban yang melampaui zamannya ini sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan abad ini, karena menekankan gagasan yang mengikuti tren peradaban dunia.

Pemikiran yang berorientasi peradaban sangat dibutuhkan untuk Islam saat ini, terutama mengingat padangan-pandangan ekstremis yang kurang lebih hanya merupakan transfer Islam abad pertengahan ke abad 21.

Baca Juga Narasi Gus Yahya

Bentuk Islam abad pertengahan adalah kemunduran, atau bahkan keterbelakangan. Yakni sebuah interpretasi fundamentalis dan literalis dari Kitab Suci dan tradisi Islam yang justru membawa kesenjangan sejarah dan menjadi sesuatu yang irrelevan.

Gus Yahya dengan begitu mendorong cendekiawan NU untuk menemukan preseden dalam teks-teks klasik dan menafsirkannya kembali melalui perspektif baru. Meminjam dari Presiden Sukarno, yang kita butuhkan saat ini dari Islam adalah “api”nya, bukan “abunya”. Dan untuk menghidupkan nyala api itu, dibutuhkan bahan bakar.

Bahan bakar bisa jadi nalar kritis atau sains modern, dan atau budaya?

Jelas, dunia kini tidak lagi memiliki khilafah seperti kerajaan-kerajaan muslim lama, negara-negara modern adalah negara bangsa, dan wacana global dipenuhi dengan ide-ide “sekuler” seperti demokrasi, hak asasi manusia dan pluralisme. Dan, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Dunia Islam yang tetap stabil di tengah demokratisasi berkelanjutan, pada saat yang lainnya alergi ketika bersenggolan dengan demokrasi.

Yusuf Ali Syafruddin

Pegiat di Kajian Islam dan Kebangsaan

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button