Opini

Mengenal Banser melalui Posko Mudik

PERADABAN.ID – Seorang pemudik kecopetan. Dompetnya hilang. Dan kala tiba di Posko Mudik Banser, tim di lapangan ngasih uang saku.

Cerita ini disadur dari kesaksian Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor H. A. Rifqi Al Mubarok saat mengunjungi salah satu posko mudik di Pekalongan.

Gus Sekjend, kemudian melontarkan tanya yang agak menyentuh: coba deh kita berfikir sebagai orang di luar Banser; ngapain sih Banser begini? apa yg dimau dan apa yg didapatkan?

Entah motif apa yang membuat Gus Sekjen berkata demikian, saya pun tidak mengerti. Karena kalau kita yang menyandang identitas ke-NU-an, sudah kepalang paham jawabannya.

Ada konstruksi nilai dan tradisi yang menjadi motifnya, barangkali. Ada keluasan ikhtiar untuk selalu hadir menjadi penolong. Ada sisi kemanusiaan, juga bagian integral dari menjaga urat silaturahim yang menjadi kuatnya bangsa Indonesia.

Barangkali, yang dilontarkan Gus Sekjend adalah bentuk apresiasi mendalam terhadap khidmah sahabat Banser. Kendati tidak menutup kemungkinan sebagai wujud kegusaran bagi mata yang melulu melihat Banser sebagai kelompok satuan yang kerap membubarkan pengajian.

Baca juga:

Gus Sekjend Sambangi Posko Mudik Banser 2024 di Pekalongan
Bang Addin: Posko Mudik Banser 2024 Mahakarya untuk Kemanusiaan

Gus Sekjend seperti ingin memperlihatkan mata batin yang lembab penuh kebencian, serta bengkok karena keburu menilai dengan angkuh.

Saya teringat, kala Launching Posko Mudik itu digelar. Ketum Bang Addin mengatakan ini merupakan infrastruktur sosial untuk menjadi penghubung mereka yang sebelumnya berjarak.

Dan tak segan, infrastruktur sosial inilah yang menjadi pembeda kenapa Indonesia tidak seperti negara-negara yang saling sapa dengan kekerasan dan tukarrudal.

Ada dimensi kultural yang terus dipupuk untuk menjadi lebih kuat. Sehingga atapnya, dengan pilar yang berbeda-beda tetap kuat dalam persatuan.

Karena mungkin bagi Banser, posko mudik bukan semata menjaga dan menata lalu lintas kendaraan, atau menyediakan fasilitas di tengah lelahnya pemudik.

Terlebih, mereka menjaga Indonesia dengan segala aktivitas beragamnya, menjadi titik temu dari cara pandang yang berbeda. Serta berekspresi inklusif yang mengayomi.

Lalu, bagaimana kalian bersikukuh bahwa Banser adalah biang pembubaran pengajian? Sementara kalian masih duduk menaksir mana yang perlu dijustifikasi sebagai bis’ah.

Rasanya terlalu mengada-mengada, atau kalian memang bebal?

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button