Opini

Gus Dur, Pak Aang dan David Ozzora: Membangun Afirmasi dan Literasi Kemanusiaan

PERADABAN.ID – “Ngurus orang diurus Tuhan” begitu kalimat sederhana yang ditulis dinisan KH Ali Qohar (Pak Aang), pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Inggris Assalam Bogor. Seorang aktivis yang hidupnya penuh dedikasi terhadap kemanusiaan.

Penulis menyempatkan untuk ziarah bertawasul seraya bertabaruk di makam senior PMII dan Banser pendiri Yayasan Puspita dan Pesantren dengan kurikulum alam tersebut, sebelum acara penutupan Akademi Literasi Ansor.

Bagi penulis, Kyai aktivis yang akrab disapa Pak Aang oleh anak-anak ideologisnya itu adalah sosok teladan kader Ansor dalam afirmasinya yang besar kepada kemanusiaan. Khususnya kepada mereka yang lemah dan tertindas, yang dalam bahasa perjuangan PMII disebut sebagai “kaum Mustadhafin”. Sebuah kaum lemah yang disebut dalam redaksional Quran dan sebuah kaum yang identik dengan pembelaan manusia agung Kanjeng Nabi Muhammad.

Bahkan penulis Mesir Raghib al Sirjani menulis sebuah buku yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul “Nabi Kaum Mustadhafin”, sebuah buku yang menjelaskan posisi Kanjeng Nabi Muhammad dalam keberpihakannya kepada kaum mustadhafin.

Baca Juga

Pak Aang memiliki rekam jejak panjang dalam membela kaum mustadhafin, khususnya kepada anak jalanan di ibukota. Sikap kemanuisaan Pak Aang selain dari sublimasi nilai-nilai keislaman yang kokoh, penulis nilai juga karena pengaruh inspirasi yang kuat dari pejuang kemanusiaan Gus Dur.

Posisi ideologis Pak Aang sebagai kader Banser membuat talian ideologi itu sangat kuat dengan tokoh Ideolog Banser yaitu Gus Dur.

Gus Dur sendiri dikenal sebagai pejuang kemanusiaan yang konsisten, sikap Gus Dur pun tidak bisa kita lepaskan dari perjuangan pesantren yang disebut Gus Dur sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat Asli Indonesia. sebuah gerakan civil society yang berjuang dan berkhidmah kepada kemanusiaan secara mandiri dan independent.

Afirmasi Gus Dur kepada kemanusiaan ditunjukan dalam banyak frame sejarah tragedi kemanusiaan, penindasan dan kedzoliman di Indonesia. Pembelaan Gus Dur pada kelompok minoritas dan serangkaian teror Gereja diawal tahun 2000 dengan menempatkan Banser untuk turut serta menjaga Peribadatan di Gereja adalah langkah besar kemanusiaan dan keindonesiaan yang dilakukan oleh Gus Dur. 

Baca Juga Santri: Wujud Kebijakan Pendidikan dan Penyelamat Identitas Kultural

Buku Gus Dur “Islamku, Islam Anda, Islam Kita” di dalamnya menampilkan sikap Gus Dur sebagai tokoh yang menjadikan Islam sebagai alat perjuangan dan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan dan kekerasan atas nama apapun.

Sikap Gus Dur yang anti kekerasan sebetulnya berangkat dari ajaran Islam yang tertuang dalam al Qur’an QS. Al Baqarah : 208 “Udkhulu fi al silmi kafah”, Masuklah ke dalam al silmi secara sempurna. Gus Dur mengartikan al Silmi sebagai “Kedamaian”. Karena itu Gus Dur menilai Islam sebagai agama anti kekerasan dan melawan segala bentuk kekerasan.

Pak Aang sebagai santri ideologis Gus Dur menerjemahkan gagasan Islam sebagai agama anti kekerasan dengan melakukan refocusing gerakan kepada kelompok anak jalanan. Perjuangan kemanusiaan Pak Aang sejalan dengan sejumlah riset menyebut bahwa anak jalanan adalah kelompok yang rentan menjadi korban kekerasan. 

Baca Juga Rais Aam Gawat Darurat

Pada tahun 2002 Mendirikan Yayasan Puspita yang berlokasi di Duren Sawit, Jakarta Timur,  sebagai tempat advokasi dan rumah singgah bagi anak jalanan, menjadi awal mula perjuangan Pak Aang untuk mendidik dan memberikan perlindungan anak jalanan dari kekerasan.

Penulis terkejut ketika di lokasi Akademi Literasi Ansor bertemu dengan David Ozzora, sosok anak muda yang viral menjadi korban kebiadaban Mario Dandy dan mengusik rasa kemanusiaan dan keadilan Publik. David Ozzora adalah santri dari Pondok Pesantren Inggris Assalam, putera ideologis dari Pak Aang.

Penulis menilai bahwa gerakan besar publik dalam menuntut keadilan pada kasus David Ozzora tentu karena berkah dan karomah dari seorang ulama mukhlisin, intelektual organik yang memiliki himmah kuat dalam menolong manusia seperti KH Ali Qohar/Pak Aang.

Pertolongan ulama yang telah meninggal kepada santrinya tidak akan berhenti ketika ulama itu wafat, bahkan penglihatannya akan jauh lebih tajam ketika ulama tersebut meninggal dunia.

Baca Juga

Sebagaimana pendapat beberapa ulama besar seperti Syekh Abdul Qodir al Jilani dalam Tanwirul Qulubnya bahwa orang sholeh yang telah meninggal dunia akan mendapatkan nikmat kubur dan tetap memiliki karomah yang dapat menolong manusia.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 124 dan Annisa ayat 69 yang menyatakan bahwa para syuhada, nabi, para pecinta kebenaran dan orang sholeh tidaklah mati dan akan selalu hidup dengan mendapatkan nikmat kubur.

David Ozzora telah mendapatkan kekuatan faktor X tersebut sehingga perjuangan mendapatkan keadilan dan pemulihan kesehatannya mendapatkan kemudahan dari Allah SWT. Bagi penulis tentu ini bukanlah keyakinan semu belaka, setidaknya menurut pengakuan David Ozzora, dalam keadaan komanya didatangi secara ruhani oleh Gus Dur, yang menguatkan dan membangkitkan semangat untuk melanjutkan kehidupan.

“Dia Bangun itu sudah nangis sesenggukan gitu. Dia Nangis, jadi bapaknya tanya kenapa nangis? Terus david ngomong, Gus Dur, Gus Dur” Ujar Alto Luger sebagaimana dikutip dari Sindonews (11/04/2023). 

Kasus David Ozzora dan tragedi kemanusiaan akan terus terjadi menjadi malapetaka sejarah kehidupan umat manusia. Penguatan Literasi dengan afirmasi yang kuat terhadap tegaknya nilai-nilai kemanusiaan adalah perjuangan peradaban yang harus terus ditunaikan oleh seluruh kader Ansor.

Oleh: Zulkarnain Mahmud, Kader PW GP Ansor Jawa Timur

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button