Berita

Dorong Reformasi Madrasah, Gus Yahya: Perkuat Integrasi Sosial dalam Masyarakat yang Super-Heterogen

PERADABAN.ID – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyebut kita butuh strategi reformasi madrasah yang memperkuat integrasi sosial masyarakat yang super-heterogen.

Sebelum mendorong reformasi madrasah, Gus Yahya menjelaskan bahwa teradapat dua jenis kesenjangan di dalam pendidikan Islam, yaitu kesenjangan paradigmatik dan kesenjangan teknologi.

“Ada dua jenis kesenjangan yang pertama adalah kesenjangan paradigmatik yakni kesenjangan terkait asumsi-asumsi dasar dari pendidikan itu sendiri,” kata Gus Yahya dalam acara Konsinyering Project Management Unit (PMU) bersama Provincial Coordinating Unit (PCU).

Baca Juga

Kegiatan tersebut diinisiasi Kementerian Agama dengan dukungan dari Bappenas dan Bank Dunia dengan target utama peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah. Kegiatan ini digelar di Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (3/4/2023).

“Dan yang kedua adalah kesenjangan teknologi yaitu kesenjangan terkait instrumen-instrumen yang dipergunakan di dalam praktek pendidikan mulai dari model-model organisasi model manajemen sampai dengan perawatan-perawatan teknis lainnya,” lanjutnya.

Lebih jauh, Gus Yahya menjabarkan bahwa kesenjangan paradigmatik dalam pendidikan tidak terlepas dari peradaban tradisi kutlural Nusantara yang dipengaruhi oleh penetrasi pendidikan Barat sejak zaman penjajahan Eropa di Tanah Air.

Baca Juga Pesan Gus Yahya di Momen Mudik Lebaran Pertama di Abad Kedua NU

“Kesenjangan paradigmatik ini sangat kompleks, tapi ini kurang lebih bis akita katakan merupakan akibat dari perubahan-perubahan berskala peradaban yang dialami oleh dunia akibat penetrasi Barat dan mau tidak mau juga menimpa komunitas-komunitas Muslim di Indonesia, seperti pembedaan perlakuan antara kaum priyai dan pribumi,” jelas kiai kelahiran 15 Februari 1966 itu.

Gus Yahya juga mengkritik perabadan tradisional yang sudah terlanjur mapan tersebut berlanjut dalam penerapan kurikulum yang konteks dasarnya masih merujuk pada wawasan dari abad pertengahan.

“Saya melihat di dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam konten pendidikannya, kurikulumnya bahan ajarnya itu masih bahan ajar dari abad pertengahan termasuk proses mengenai persepsi tentang kelompok-kelompok yang berbeda,” tambah alumni Pesantren Krapyak Yogyakarta tersebut.

Baca Juga

Gus Yahya menilai pendidikan bangsa ini harus mulai dipikirkan melalui topik-topik yang relevan terhadap reformasi madrasah dalam menjawab fenomena masyarakat Indonesia yang heterogen.

“Saya berfikir bagaimana madrasah-madrasah ini bisa menerima murid dari agama lain, bagaimana caranya tapi yang jelas bahwa bangsa kita itu butuh satu strategi untuk memperkuat integrasi sosial dari masyarakat kita yang super-heterogen ini,” tambahnya.

“Sejauh mana kita mau melakukan akulturasi dalam soal ini jika sekarang anak-anak kita sejak dini sudah kita pisah-pisahkan berdasarkan identitas yaitu kalau tua kok disuruh rukun itu ya susah wong dari anak-anak sudah enggak bisa kumpul,” tandas Gus Yahya menandaskan.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button