Opini

Politisasi Boikot dan Menyingkap Persaingan Bisnis di Indonesia

PERADABAN.ID – Eskalasi perang antara Israel dan Palestina yang semakin meningkat dalam beberapa waktu terakhir telah menyebabkan tragedi kemanusiaan dan genosida terhadap bangsa Palestina. Kondisi ini juga menyeret seruan boikot terhadap berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan Israel.

Di Indonesia, seruan boikot terjadi. Namun, ada dugaan politisasi boikot demi kepentingan bisnis. Dugaan ini kuat di tengah persaingan bisnis yang sangat kompetitif di Indonesia. Apalagi, Indonesia adalah market yang besar dan sangat potensial, baik bagi perusahaan multinasional maupun nasional.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Budi Agus Riswandi dilansir dari kontan.co.id menyebut tujuan boikot ke persaingan bisnis itu ada.

Baca juga:

Padahal, menurut Prof. Budi, legitimasi gerakan boikot itu adalah komitmen terhadap kemanusiaan, bukan dalam konteks persaingan bisnis.

Jika gerakan boikot dibawa ke ranah persaingan bisnis, yang terjadi adalah perang bisnis, bukan perang melawan genosida dan tragedi kemanusiaan.

Masih menurut Prof. Budi, MUI maupun pemerintah hingga kini tidak gegabah menyebutkan nama-nama produk itu karena dikhawatirkan aksi itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu.

Jadi, jika ada nama-nama produk yang katanya terafiliasi dengan Israel secara spesifik beredar di publik, maka bisa dipastikan nama-nama tersebut dihembuskan demi kepentingan bisnis.

Kepentingan bisnis semakin jelas dalam isu politisasi boikot ketika muncul alternatif produk tertentu. Politisasi boikot demi kepentingan bisnis itu bisa dilihat dalam tiga pola.

Pertama, muncul daftar produk yang dikaitkan dengan Israel di berbagai media, termasuk media sosial, karenanya perlu diboikot. Biar semakin meyakinkan, daftar tersebut diberi label/logo lembaga keislaman seperti MUI. Padahal MUI sendiri tidak mengeluarkan fatwa daftar produk-produk terafiliasi Israel.

Kedua, menggunakan beberapa orang atau lembaga untuk membentuk opini dan persepsi publik terkait perlunya melakukan boikot terhadap produk-produk tersebut sembari menyebut nama perusahaan dan mereknya.

Ketiga, muncul produk-produk alternatif dari perusahaan-perusahaan tertentu, lalu diberi embel-embel produk lokal dan nasional.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button