Opini

Menes-Surabaya, Sarung dan Perang-perang tanpa Senjata

PERADABAN.ID – Daud sebagai penggembala, bersenjatakan tongkat dan ali-ali saat menghadapi Goliat. Sementara alat perang memadai menempel di tubuh Goliat mulai dari pelindung kepala, lembing hingga tombak berlapis besi.

Pertempuran satu lawan satu yang dimenangkan sang penggembala itu, menyisakan kesimpulan campur tangan Tuhan di dalamnya. Demikianlah penulis dan teolog Kristen itu menggambarkan.

Ilustrasi peristiwa yang digambarkan oleh Martin Sitompul (2023) di atas, barangkali juga bergema dalam sekuel peperangan yang beridentitas agama. Perang yang berdansa di antara Makkah dan Madinah, kita mengenalnya dengan Perang Badar, juga menampilkan ketimpangan jumlah kendati dimenangkan oleh yang paling sedikit jumlahnya.

Kitab suci dan riwayat-riwayat sakral barangkali tidak akan membiarkan peristiwa monumental menjadi dongeng semata, tetapi menjadi pitutur yang mengatur dan mengukur batas-batas kesejarahan dunia yang di dalamnya, agama memainkan peranan vital.

Suatu kelak yang akan menghantarkan nilai magis, bahwa yang lemah tidak mudah terkapar hanya karena kekuatan yang angkuh dan sombong. Dan di situlah, nilai agama apabila ditancapkan dalam bingkai perjuangan, begitu mudahnya orang tergerak.

Baca juga:

Celupan air yang menetes di ujung runcing bambu, menghantarkan pertarungan yang panjang pejuang kemerdekaan Indonesia, entah itu sebagai perlawanan atau mungkin capaian kemenangan.

Kiai Hasyim, membingkai perlawanan dengan cetus Resolusi Jihad untuk melawan penjajah. Kiai-kiai Madura dan Jawa, kiai-kiai dari kampung atau desa, serempak memimpin gerombolon pasukan yang berjarak dengan bedil dan senapan.

Pekik takbir Bung Tomo saat membakar semangat arek-arek Surabaya mempertahankan kemerdekaan, kalau pun ia tidak pernah nyantri, tidak luput dari nasihat Kiai Hasyim Asyari yang dimintanya.

Banyak pengikut NU, tulis Isnaeni (2011), terlibat dalam pertempuran di Jembatan Merah, Wonokromo, Waru, Buduran dan daerah-daerah lain di Surabaya. Pemakaian jimat dan ilmu kanuragan, tanpa senjata, kerap mewarnai kisah perjuangan mereka.

Kita nyaris tak membayangkan, jika dalam peperangan itu sebagaimana juga banyak dicitrakan melalui media-media, santri dengan sarung dan peci hitamnya berlarian di atas sandal jepit mengerjar kemerdekaan yang coba diambil paksa oleh sekutu.

Mereka melawan infanteri yang bersepatu bidak dan keras, laiknya mereka akan mengaji di langgar, musala, dan masjid. Hal ini mengapit nilai magis yang lazim, tentang ‘yang lemah’ bisa melawan kekuatan yang sombong dan angkuh.

Demikianlah, kenangan-kenangan itu dipanggungkan di Surabaya hari kemarin. Sekuel kegiatan yang mengorkestrasi sel-sel sejarah santri dan kelindannya dengan bangsa dan peradaban dunia.

Jika Gus Yaqut memulainya dengan “pemenang sejarah” dan “beragama melalui politik”, maka kirab Menes-Surabaya adalah jalan sunyi santri dalam peran-peran perjuangan di jalan perjuangan yang bising, lalu catatan “sarung” sebagaimana disampaikan Gus Yahya menali tilas peradaban Nusantara.

Tak berjarak, para kiai sepuh yang mempertegas keterlibatan santri dan NU sebagai penjaga negara bangsa. Petuahnya seperti menjadi setrum sakralitas terhadap yang berbentuk fisik, profan. Melalui, pembacaan sholawat nariyah dan parade sholawat.

Baca juga:

Sementara kehadiran para pemangku pemerintahan dari jajaran pusat hingga daerah, menegaskan kehadiran negara untuk selalu bersama-sama Nahdlatul Ulama (NU) berikut santri dan pesantrennya, warga dan masyarakatnya untuk memandu masa depan negeri, dengan jihad membuat jaya Indonesia. Sebagaimana, nampak dalam giat kebugaran di jalan sehat dan apel.

Dan kegiatan lainnya seperti meniti tantangan dan peneguhan keterampilan dan bakat, sedikitnya untuk mempersiapkan dan menjadikannya santri adaptif terrmasuk memberikan alternatif solusi atas beragam kemelut persoalan yang dihadapi bangsa dan kemanusiaan.  

Ahmad Bonang Maulana

Penulis lepas. Tulisannya tesebar di ragam media cetak dan online baik nasional dan daerah. Saat ini tinggal di Jakarta.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button