Struktur Inklusif PBNU
PERADABAN.ID – Struktur Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat ini, kian inklusif dan tertata. Manajemen kepengurusan, sebagaimana Gus Yahya berulang kali lontarkan, bukan lagi gigitan jari belaka. Penerjemahan itu mutlak sekaligus aplikatif, dan Gus Yahya benar-benar membawa itu di ruang-ruang resmi PBNU, atau saat bertandang ke pesantren dan kediaman kiai.
Kerapkali, dalam penyusunan kepengurusan organisasi mengacu pada kebutuhan organisasi, baik untuk internal, atau kebutuhan eksternal. Masing-masing kebutuhan kemudian dipetakan dengan sangat rinci, termasuk di dalamnya menyiapkan personalia yang kompeten dan mempunyai kapasitas.
Acuan di atas lumrah dilakukan dalam wajah organisasi manapun, termasuk di PBNU. Artinya, personalia struktur tidak sembarang keisi memenuhi kuota, tetapi benar-benar memperhatikan kompetensi dan kapasitas. Tidak berdasar pada nepotisme, atau budaya patriarki. Sehingga tujuan yang akan dicapai, terukur berdasarkan nilai, visi dan misi organisasi.
Logika ini yang kemudian menghiasi wajah struktur PBNU saat ini. Termasuk keterlibatan perempuan pada posisi-posisi strategis PBNU. Perempuan benar-benar disediakan panggung untuk menselebrasikan ide dan gagasannya, kapasitas serta kompetensinya.
Rilis riset Global Equality Indeks (GEI) besutan Blomberg sebagaimana dilansir katadata.co.id (15 Maret 2022), menunjukkan temuan penting tentang peran perempuan dalam organisasi. Peran perempuan dalam dunia kerja mengalami peningkatan pada tahun 2022, dan inklusivitas organisasi hanya akan tercapai manakala perempuan bertengger dalam posisi dan peran penting di dalamnya.
Catatannya, peran perempuan pada posisi-posisi penting dinilai minim. Ini terpotret dalam temuan mereka yang memaparkan porsi pada level CEO berada diangka 7,5 persen, sedangkan pada level eksekutif sebesar 23 persen. Dan 50 persen lainnya, adalah sebagai staf.
Baca Juga Berita dan Informasi Gus Yahya Terbaru
Temuan ini menjadi penting jika ditarik pada semangat penempatan perempuan dalam posisi-posisi penting di struktur PBNU. Sebagai pilar, perempuan memiliki segudang kapasitas dan kompetensi untuk mengokohkan pondasi, serta menopang keajekan sebagai bangunan.
Cerita Humor
Isa bin Saleh salah satu penguasa di Qimisrin (kota lama Syria Utara) mempunyai anak yang sangat cerdas. Seorang anak perempuan yang berperan menempatkan sekaligus mempertahankan posisi sang ayah. Kepintarannya, menjadi obat saat sang ayah saat mengalami suasan pelik.
Suatu ketika, sebagaimana Gus Mus menuliskan dalam Takut Dimarahi Sayyidah ‘Aisyah, Isa bin Saleh mempunyai persoalan yang berkaitan dengan kekinginannya yang datang tiba-tiba dan aneh. Si anak kemudian menghadap sang ayah.
“Saya tiba-tiba ingin Allah nanti menjadikan saya bidadari dan mengawinkan saya dengan Nabi Yusuf di Surga. Memikirkan kemungkinan ini, saya pun tidak bisa tidur.”
“Ayah, Allah telah menjadikan ayah seorang laki-laki, mudah-mudahan Dia kelak mengawinkan ayah dengan bidadari. Bila keinginan menjadi bidadari itu mengusik pikiran ayah, mengapa ayah ingin dikawinkan dengan Nabi Yusuf, mengapa tidak dengan Nabi Muhammad Saw. yang merupakan pemimpin dunia dan menempati surga paling tinggi?”
“O, anakku, jangan kaukira hal itu tidak terpikirkan olehku. Saya sudah berpikir juga ke sana, hanya saja saya takut membuat marah Sayyidah ‘Aisyah, istri beliau.”
Sepintas, kutipan cerita di atas mendorong rasa ingin tertawa. Keinginan konyol seorang pemimpin, dengan logika yang membentur nalar dan kenormalan, membutuhkan satu pembisik yang brilian untuk meluruskan, dan itu, bisa dilakukan oleh putrinya sendiri.
Baca Juga Akselerasi Kepengurusan PBNU 2022 – 2027
Kompetensi dan kapasitas tidak bisa diukur dengan parameter biologis, perempuan atau laki-laki. Setidaknya itu yang bisa disimpulkan dari serangkaian ilustrasi di atas. Keduanya, sama-sama mempunyai kapasitas dan kompentensi, tergantung bagaimana keadilan akses dibuka transparan. Dengan keterlibatan perempuan di sturktur NU, akan banyak yang menunggu terobosan-terobosan kebijakan yang dilakukannya. Tidak hanya sebagai pajangan, tetapi subjek aktif dan terlibat dalam hal perumusan kebijakan.
2 Comments