NU Sesudah Ini (III): Momentum, Proyeksi dan Peluang
PERADABAN.ID – Ketika kita hendak mengenali momentum perubahan dan memperhitungkan proyeksinya ke masa depan, faktor-faktor teknologi, politik dan ekonomi adalah yang paling penting untuk diperhatikan.
“Yang abadi adalah perubahan” kata Herakleitos dari Efesus. Maka sejarah adalah catatan tentang serial perubahan-perubahan.
Tindakan masa kini adalah tanggapan atas perubahan dan upaya menciptakan perubahan. Rencana masa depan adalah antisipasi terhadap perubahan.
Perubahan-perubahan paling kasat mata tampak pada perkembangan teknologi. Karena teknologi adalah hasil upaya manusia yang tak henti-hentinya untuk menciptakan lebih banyak kemudahan dan mengatasi kelangkaan. Di abad ke-21 ini, capaian-capaian teknologi yang revolusioner menjadi atmosfer utama bagi dinamika masyarakat.
Adapun faktor yang paling banyak menentukan arah perubahan pada tingkat masyarakat, budaya dan peradaban adalah kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi. Negara-negara bubar dan terbentuk di tangan raja-raja politisi, masyarakat-masyarakat kelaparan dan berpesta atas vokal dan inisiatif kaum pemegang kekayaan. Politik dan ekonomi membawa aspirasi perubahan menuju agregasinya.
Baca Juga
Maka, ketika kita hendak mengenali momentum perubahan dan memperhitungkan proyeksinya ke masa depan, faktor-faktor teknologi, politik dan ekonomi adalah yang paling penting untuk diperhatikan.
Memang, dalam wawasan yang demikian itu terdapat reduksi dan penyederhanaan masalah. Tapi, ibarat menangkap ujung benang ruwet, ini adalah titik tolak yang valid di tengah realitas yang luar biasa kompleks. Nuansa-nuansa yang datang dari faktor-faktor lain akan dikenali kemudian dalam proses mengurainya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa momentum paling menyolok dalam perkembangan teknologi adalah revolusi teknologi informasi dan kecerdasan buatan (artificial intellegence). Teknologi informasi membuat lompatan dengan berlipatnya jangkauan, kecepatan dan kompleksitas muatan. Hal itu berarti pula melipat-gandakan kapasitas rekayasa di berbagai bidang, termasuk sosial-politik.
Seiring dengan itu, penggunaan kecerdasan buatan meluas, mendorong percepatan ambil-alih kerja dari manusia ke mesin. Konsekuensi-konsekuensi dari momentum ini akan luas dan fundamental sekali terhadap kehidupan masyarakat.
Dukungan teknologi tersebut ikut mendorong berlipatnya kapasitas para pengampu kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi dalam menggalang dan memproyeksikan kekuatan. Dalam politik, perlombaan untuk menjangkau dan menggalang basis dukungan seluas-luasnya semakin meraksasa.
Karena jangkauan sasarannya luas, diperlukan bingkai konsolidasi yang luas pula, dan itu didapati atau dibangun dalam wujud identitas-identitas, baik primordial—etnis dan agama—maupun buatan, seperti ideologi-ideologi sekuler dan kesertaan dalam kelompok-kelompok yang dilembagakan, yakni partai politik dan/atau kategori haluan (kiri-kanan).
Polarisasi politik dengan cepat menjelma gejala global. Sedangkan nalar identitas itu sendiri menjadikan pertarungan semakin bercorak kesuku-sukuan (tribal) yakni semakin tidak rasional, tanpa kompromi, dan ganas.
Agama pada gilirannya menjadi basis identitas politik yang menonjol dalam percaturan tersebut. Dorongan kea rah konflik dipertajam oleh kegetiran sejarah berabad-abad, yaitu sepanjang masa pra-modern, ketika negara, kekuasaan dan agama hadir dalam satu paket dalam pertarungan politik dan militer tanpa jeda. Ini adalah warisan sejarah yang terus menghantui dunia dan semakin menakutkan.
Baca Juga
- Governing The NU (VI): Strategi Transformasi, Muatan dan Wadah Transformasi Mentalitas
- Governing The NU (V): Muatan dan Konstruksi Transformasi Pola Pikir
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi global mengalami pelambatan. Jelas dalam hal ini kekacauan politik dan perang yang tak kunjung reda di berbagai kawasan merupakan faktor yang signifikan. Sedangkan perlambatan pertumbuhan itu sendiri akan mengganggu keseimbangan antara pasokan (supply) dan permintaan (demand), yang pada gilirannya memperuncing persaigan ekonomi hingga terproyeksi ke dalam pertarungan politik pula. Ini semua menjadi kelindan yang membentuk lingkaran setan.
Teknologi mungkin bisa melahirkan terobosan untuk memutus lingkaran celaka tersebut. Tapi skala dan kompleksitas tantangan pasti membutuhkan strategi yang komprehensif, melibatkan aktor-aktor sosial-politik yang sungguh-sungguh mampu berperan efektif.
NU memiliki kekuatan berupa legitimasi kekuatan berupa legitimasi keagamaan dan kemasyarakatan yang kokoh—setidak-tidaknya hingga saat ini, serta instrumen-instrumen organisasional dan jaringan yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat secara sistematik hingga ke akar rumput.
Dewasa ini, bahkan NU semakin meningkat daya jangkaunya kepada aktor-aktor signifikan dalam percaturan global. Apabila semua itu dapat dikonsolidasikan ke dalam suatu strategi komprehensif yang valid, NU akan mengaktualisasikan potensinya untuk menyumbang jalan keluar dari kemelut berskala peradaban ini.
2 Comments