LBH Ansor Minta Kepolisian Kaji Penerapan Pasal Percobaan Pembunuhan terhadap David

PERADABAN.ID – Lembaga Badan Hukum Gerakan Pemuda Ansor (LBH Ansor) menilai penanganan kasus penganiayaan anak di tingkat penegakan hukum harus ditempuh sesuai dengan UU tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dalam siaran pers-nya yang diterima peradaban.id pada Selasa (28/02), Tim Advokat yang diketuai oleh Abdul Qodir, S.H., MA. itu merinci lima point penegakan hukum yang seharusnya diperhatikan oleh pihak kepolisian terkait penyelesaian kasus penganiayaan atas anak korban David.
Pertama, LBH Ansor memahami proses penyelesaian perkara “Anak yang berhadapan dengan hukum” harus ditempuh sesuai dengan prosedur atau hukum acara tersendiri, sebagaimana telah diatur dalam UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
Baca Juga
- Berita dan informasi Gus Yahya terbaru
- Terkait Tindakan Amoral terhadap David, PB PMII Dukung Langkah Hukum LBH Ansor
Kedua, LBH Ansor masih menaruh harapan pada Kepolisian RI cq. Polres Jakarta Selatan untuk menangani perkara ini secara presisi.
Ketiga, LBH Ansor kembali mendorong agar Kapolres Jakarta Selatan menginstruksikan jajaran penyidiknya untuk kembali mendalami secara utuh jalinan fakta-fakta dengan dukungan barang bukti dan keterangan saksi-saksi, serta mengkaji ulang penentuan status hukum pihak-pihak yang terlibat dan penerapan pasal-pasal yang disangkakan. Dalam hal ini, penyidik patut mengkaji penerapan pasal-pasal yang mengandung unsur-unsur “perencanaan kekerasan” dan unsur “percobaan menghilangkan nyawa orang lain”;
Baca Juga
- Mahfud MD Besuk David di Mayapada Hospital Kuningan
- Sepakat Ciptakan Pemilu Damai, PBNU Dorong Bawaslu Rasionalisasikan Wacana Anti Politik Identitas
Keempat, LBH Ansor berpandangan bahwa meskipun mendapatkan jaminan perlindungan khusus berdasarkan hukum dan perundang-undangan, hal demikian tidak serta merta menjadikan anak kebal hukum. Pengabaian atau pembiaran terhadap pelanggaran hukum, utamanya perbuatan pidana, justru berpotensi membuka peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menjadikan anak sebagai “alat” atau “sarana” kejahatan; dan
Kelima, LBH Ansor menilai kebijakan hukum pidana kita memungkinkan adanya koreksi terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum atau anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Oleh karena itu, dengan dukungan bukti yang semestinya sudah lebih dari cukup, penyidik tidak perlu ragu lagi untuk meningkatkan status hukum dari “Anak saksi” menjadi “Anak yang berkonflik dengan hukum”.
Berikut Tim Advokat atau pengacara dari LBH Ansor yang mengawal proses hukum penganiayaan terhadap David hingga tuntas:
Abdul Qodir, S.H., MA.
Muhammad Alfarisi, S.H., M.H.
Melissa Anggraini, S.H., M.H.
Yudho Sukmo Nugroho, S.H., M.H.
Dendy Zuhairil Finsa, S.H., M.H.
Muhammad Hamzah, S.H.
Syamsul Maafief Wijaya, S.H.
M. Syahwan Arey, S.H., M.H.
Albar Rizky Dhea Novandra, S.H.
Abdul Rohman, S.H.
Jaji Suwita, S.H.
Saipul Rahman, S.H., M.H.
Bekti Harry Suwinto, S.H., M.H.
Ali Jufri, S.H.
Lukman Sugiharto Wijaya, S.H.
M. Andy Susilawan, S.H., M.H.
M. Idris Wicaksono, S.H.
Ahmad Muhajirin, S.H.
Idrus Maulana Yusuf, S.H., M.H.
M. IsmunandaIsmunanda Isman, S.H.
Akbar Kasogi, S.H.
Usman, S. Sy.
One Comment