Langit-langit Nahdlatul Ulama
PERADABAN.ID – Langit pada biasanya, seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya. Ada bulan berbentuk seperti kelopak mata, lalu bulat dan kadang sabit. Bintang-bintang redup, kemudian menyala tak berselang lama.
Tapi tepat pada waktunya, mungkin kalanya dan setiap malamnya, tatapan orang selalu mengarah padanya. Padahal, langit tidak pernah memanggil namanya?
Saya yakin pertanyaan ini tidak terlalu misterius. Orang-orang yang melihatnya pun serupa. Pernah melihat langit begitu hitamnya, menurunkan hujan dan membuat atap rumah berbunyi serak. Dan di satu waktu, juga melihatnya dengan corak yang begitu cerah.
Yang jelas, langit tidak pernah memanggil namanya agar tatapan matanya mengarah ke atas.
Baca juga:
- Unduh Logo Resmi Harlah Ke-101 Nahdlatul Ulama
- 78 Pasangan Ikuti Nikah Masal di Puncak HAB Ke-78 Kemenag
Apakah Nahdlatul Ulama (NU) pernah memanggil nama-nama agar tangan memegangnya, mata melihat dan tangan mendengarnya? Tidak!
NU tetaplah demikian adanya. Padi menguning, lalu tanah mengering, orang-orang tetap akan memalingkan wajah serta badannya.
Dinamika apa pun yang terjadi, mau terang atau kelam, NU adalah NU sebagaimana orang-orang dulu melihatnya. Dia akan berubah pada koordinat zamannya.
Tapi yang jelas, NU tidak memanggil siapa-siapa, tetapi orang-orang yang mengarahkan tatapannya.
Baca juga: NU Sesudah Ini (IV): Mentransformasikan Konstruksi Organisasi
101 tahun NU umurnya, orang tetap melihatnya. Sekalipun, banyak yang menghunjami dengan nocebo-nocebo ilusif. Bahkan tak berkurang untuk menjalankannya. Berbuat baik atas dan untuknya.
Orang-orang itulah yang melihat Yai Hasyim dan muassis lainnya. Juga nilai-nilainya yang luhur untuk penguatan ukuwah keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan. Selembut hingga sekeras apapun perbedaan dalam dinamika perjalanannya.
Itulah langit-langit NU. Dan, demikianlah khidmah.
2 Comments