Opini

Ketimpangan Persentase Peran Perempuan dan Aktor Politik Balas Budi

PERADABAN.ID – Kabinet Merah Putih yang baru saja dikukuhkan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk periode 2024-2029 menyisakan banyak tanda tanya, terutama terkait minimnya kepercayaan terhadap perempuan di dalam susunan menteri.

Meskipun jumlah kementerian bertambah, hanya lima perempuan yang dipercaya mengisi jabatan menteri, memperlihatkan rendahnya persentase keterlibatan perempuan di dalam kabinet.

Fakta ini menjadi paradoks besar, mengingat perempuan Indonesia telah menunjukkan peningkatan signifikan dalam akses terhadap pendidikan.

Baca Juga

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hingga 2024, persentase perempuan Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi mencapai sekitar 12,5%, meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Namun, peningkatan ini belum diiringi dengan representasi yang seimbang dalam pemerintahan. Pada tahun 2024, keterlibatan perempuan dalam posisi-posisi strategis di pemerintahan masih berkisar di angka 10-12%, menunjukkan adanya kesenjangan antara kapasitas dan peluang yang diberikan.

Kegagalan untuk melibatkan lebih banyak perempuan di kabinet bukan hanya merugikan isu kesetaraan gender, tapi juga menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas representasi yang ditawarkan pemerintah.

Baca Juga Santri Dunia Internasional

Perempuan tidak hanya merupakan separuh populasi Indonesia, tetapi juga memiliki perspektif dan kemampuan yang signifikan untuk menghadapi tantangan-tantangan global saat ini, dari isu kesehatan hingga perubahan iklim.

Keputusan untuk memberikan hanya lima kursi kepada perempuan dalam kabinet Prabowo adalah sebuah kemunduran, terutama ketika dunia bergerak ke arah inklusivitas dan kesetaraan yang lebih progresif.

Zaken Kabinet > Balas Budi

Terlebih, adanya susunan kabinet Prabowo yang didengungkan sebagai “zaken kabinet” – kabinet yang berbasis pada kompetensi, dengan menggandeng praktisi dan akademisi – ternyata tidak bisa lepas dari tradisi politik balas budi.

Alih-alih mempercayakan jabatan-jabatan strategis kepada tokoh yang benar-benar ahli di bidangnya, banyak dari mereka yang duduk di kursi menteri merupakan hasil “potong roti” di antara koalisi pendukung Prabowo. Beberapa nama yang muncul di kabinet ini sudah familiar, bahkan ada yang telah menjabat sebagai menteri di periode sebelumnya, seperti Bahlil Lahadalia, Budi Arie Setiadi, Agus Harimurti Yudhoyono, Muhaimin Iskandar dan Pratikno.

Tentu saja, kehadiran tokoh-tokoh lama di kabinet dapat memberikan pengalaman yang dibutuhkan dalam mengelola negara. Namun, jika pengangkatan ini lebih didorong oleh kepentingan politik dibandingkan kebutuhan akan profesionalisme dan kompetensi, maka publik memiliki alasan yang kuat untuk meragukan efektivitas pemerintahan ini dalam membawa perubahan yang dijanjikan.

Baca Juga

Harapan masyarakat Indonesia adalah pada kabinet yang tidak hanya sekadar “isi ulang” tetapi benar-benar berorientasi pada penyelesaian masalah nasional yang mendesak.

Pada akhirnya, kabinet Prabowo untuk periode 2024-2029 ini perlu diawasi secara ketat. Jika benar-benar ingin membuktikan diri sebagai zaken kabinet, harus ada transparansi, kompetensi yang jelas, dan keterwakilan yang adil bagi perempuan.

Jika tidak, kabinet ini hanya akan dianggap sebagai bagian dari siklus politik lama yang mengutamakan balas budi dan membiarkan peluang emas untuk inklusi dan perubahan tersia-sia.

Oleh: Lintang Ayu Taufiqoh, Aktivis dan Mahasiswa UIN Jakarta

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button