Gus Yahya: Bhinneka Tunggal Ika, Jawaban dari Ketegangan antar Agama
PERADABAN.ID, Yogyakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, mengkhawatirkan ketegangan antar agama yang memicu konflik masih terus dirasakan sampai sekarang.
“Ketika Mpu Tantutar memperkenalkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, menurut saya, itu jawaban dari ketegangan antara agama; antara Budha dengan Hindu. Sehingga dikatakan Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa. Karena ketegangan agama jauh lebih serius”, jelasnya dalam Seminar Nasional di UGM, (27/8/2022).
Gus Yahya kemudian mengambil contoh dengan menjelaskan ketegangan antar agama di Eropa. Menurutnya, munculnya perlawanan yang besar sekali terhadap hegemoni agama-agama ini karena ia menyatu dengan hegemoni politik.
“Saya kira, Revolusi Prancis itu di samping perlawanan terhadap hegemoni politik dari bangsawan, ia juga perlawanan terhadap agama yang menjadi payung dari hegemoni politik bangsawan itu sendiri”, papar alumni Universitas Gadjah Mada tersebut..
Mungkin anda juga suka
Di sisi lain, tantangan baru muncul ketika masyarakat Indonesia bertemu dengan demokrasi. Setidak-tidaknya Gus Yahya menyebut ada dua tantangan yang harus dihadapi elite negara untuk menjawab menyelesaikan pertanyaan ganjil berikut.
“Pertama, sejauh mana jaminan bahwa norma-norma demokrasi itu dilaksanakan dengan semestinya. Kedua, sejauh mana demokrasi ini bisa membawa tujuan dari masyarakat itu sendiri,” jelasnya.
Pertanyaan itu dilemparkan Gus Yahya guna memantik diskusi terkait bagaimana kita mempertahankan nilai demokrasi agar lebih dipercayai oleh masyarakat?
“Di antara yang sekarang ini, khususnya di Indonesia, yang sangat diharapkan oleh masyarakat, adalah bahwa lepas dari berbagai macam norma-norma demokrasi yang begitu rumit sehingga tidak semua orang memahami, masyarakat mempertanyakan di mana moralitas di dalam konstruksi demokrasi itu sendiri?”, terangnya.
Kiai kelahiran Rembang itu memberi garis tebal bahwa demokrasi itu bukan tujuan, melainkan sarana menuju tujuan.
Mungkin anda juga suka
- Rutin Gelar Jumat Berkah, LAZISNU PBNU Bagikan 250 Paket Fidyah
- Pameran Pendidikan Resmi Dibuka, Kontribusi Nyata LP Ma’arif NU
“Apa demokrasi ini hanya mekanisme transparan dan adil buat semua orang sehingga semua orang punya kesempatan yang sama, atau ini hanya rangkaian aturan-aturan yang bisa dicari celahnya, sehingga orang bisa bermain seenaknya?”, keluh Gus Yahya.
Sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia yang tidak menempatkan agama sebagai dasar sebuah negara, Gus Yahya menilai posisi agama bagi konstruksi masyarakat Indonesia terbilang masih dilematis.
“Di satu sisi, agama berpotensi menjadi salah satu masalah. Di satu sisi, ada tuntutan sendi moral diperkuat di dalam sendi-sendi kehidupan,” tegas Gus Yahya.
Karena itu, Gus Yahya memberi dua usulan, pertama, sebaiknya agama harus bisa mengadopsi nilai-nilai dari kesetaraan kelompok yang absolut ini, tanpa ada keinginan untuk membangun supremasi. Kedua, membangun cara agar nilai-nilai moral agama bisa dirembeskan dalam struktur politik, ekonomi kenegaraan kita.
“Kita tidak hanya bicara soal rasionalitas legal-formal saja, tetapi nilai-nilai mulia yang dilaksanakan sebagai proyek peradaban.” Pungkasnya.
One Comment