Opini

Gelar Doktor Kilat: Ketika Integritas Akademik Dipertaruhkan

PERADABAN.ID – Polemik terkait gelar doktor Bahlil Lahadalia (BL) dari Universitas Indonesia (UI) mencuat pada Oktober 2024, disebabkan oleh durasi penyelesaian program yang sangat singkat—hanya 1 tahun 8 bulan—dan terseret juga dengan isu plagiarisme.

Merepson keresahan masyarakat, pada 13 November 2024, UI meminta maaf dan mengakui kekurangan dalam proses pemberian gelar, serta menangguhkan kelulusan Bahlil menunggu hasil sidang etik.

Pada 11 November 2024, UI mengadakan rapat koordinasi yang menghasilkan keputusan untuk menyebarluaskan siaran pers terkait masalah ini.

Surat resmi yang ditandatangani oleh Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI yaitu Dr(HC). KH. Yahya Cholil Staquf  mengklarifikasi langkah-langkah yang akan diambil UI untuk mengevaluasi kembali sistem di Program Doktor Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI. 

Baca Juga Ketimpangan Persentase Peran Perempuan dan Aktor Politik Balas Budi

Universitas Indonesia berkomitmen untuk memperbaiki citra dan kepercayaan publik dengan memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Siaran pers ini akan segera disebarluaskan kepada masyarakat luas untuk memberikan informasi yang transparan.

Menurut Peraturan Rektor UI, program doktor seharusnya diselesaikan dalam waktu 6 semester, dengan masa minimal 4 semester . Durasi studi BL yang singkat ini langsung menimbulkan tanda tanya besar tentang kualitas proses pendidikan yang dijalani.

Bahkan, para akademisi menyatakan bahwa hanya untuk menyusun studi pustaka yang kritis saja, seorang mahasiswa doktoral membutuhkan waktu lebih dari satu tahun. Belum lagi proses penelitian lapangan, penulisan disertasi, dan prosedur akademik lainnya yang seharusnya memakan waktu lebih panjang . 

Kenyataan ini mencerminkan ketidakwajaran yang tak bisa diabaikan. Dalam dunia akademik, proses yang terburu-buru dan tidak transparan dapat merusak kredibilitas sebuah gelar, yang pada akhirnya berdampak pada reputasi institusi yang mengeluarkannya.

Baca Juga Membuang Kawan, Merangkul Lawan

Dampak pada Reputasi UI

Reputasi Universitas Indonesia yang selama ini dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia pun terancam tercoreng. Terlebih lagi, isu penggunaan jurnal predator dalam disertasi Bahlil memperburuk keadaan.

Jurnal predator, yang sering kaliemiliki kualitas rendah dan hanya bertujuan meraup keuntungan, seharusnya dihindari dalam penulisan karya ilmiah tingkat doktor. Keputusan UI untuk menangguhkan kelulusan Bahlil adalah langkah yang penting, tetapi tindakan ini datang terlambat.

Pada 13 November 2024, UI menyatakan akan menunda penerimaan mahasiswa baru untuk Program Doktor SKSG (Sains, Kesehatan, dan Geografi) hingga dilakukan audit komprehensif terhadap program tersebut . Langkah ini menunjukkan keseriusan pihak Uanggapi kasus ini, meskipun sudah terjadi kerusakan reputasi yang signifikan.

Baca Juga Gus Men The Blues Man: Sinar Cemerlang di Kementerian (Semua) Agama

Politik di Balik Gelar

Pemberian gelar doktor yang berdekatan dengan pengumuman formasi kabinet baru pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memunculkan spekulasi adanya motif politik di baliknya.

Bahlil Lahadalia, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Ketua Umum Partai Golkar, memang memiliki posisi yang sangat strategis dalam pemerintahan. Pengalaman politiknya yang luas serta kedekatannya dasaan turut memperkuat dugaan adanya kepentingan politik dalam pemberian gelar tersebut.

Namun, mengorbankan integritas akademik demi kepentingan politik adalah langkah yang sangat berisiko. Dunia akademik seharusnya bersih dari campur tangan politik agar kualitas pendidikan tetap terjaga. Jika kebijakan semacam ini dibiarkan, maka integritas seluruh sistem pendidikan tinggi di Indonesia bisa dipertaruhkan.

Baca Juga Santri Dunia Internasional

Independensi Akademik

Kasus ini merupakan peringatan penting tentang pentingnya menjaga independensi dan integritas akademik. Pakar hukum Satria Unggul Wicaksana menyatakan bahwa jika konflik kepentingan terus berkembang di kampus, perguruan tinggi akan kehilangan kredibilitasnya sebagai lembaga yang menghasilkan pengetahuan dan intelektual. Perguruan tinggi harus dapat menjadi tempat yang bebas dari pengaruh politik demi memastikan kualitas dan objektivitas dalam proses pendidikan .

Keputusan UI untuk mengevaluasi ulang proses pemberian gelarntuk tim investigasi adalah langkah yang patut diapresiasi, meskipun datang terlambat . Proses ini harus memastikan bahwa kasus serupa tidak terulang di masa g terpenting sekarang adalah mengembalikan kepercayaan publik terhadap kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, sehingga gelar akademik kembali dihargai sesuai dengan standar dan prinsip akademik yang berlaku.

Kasus ini juga memberikan pelajaran berharga bahwa sebuah institusi pendidikan harus tetap menjaga komitmennya terhadap kualitas dan transparansi, meskipun dalam tekanan dari pihak luar. Jika langkah-langkah reformasi dilakukan dengan tepat, reputasi UI sebagai lembaga pendidikan unggulan di Indonesia masih dapat diselamatkan.

Oleh: Lintang Ayu Taufiqoh, Aktivis dan Mahasiswa UIN Jakarta

Related Articles

Back to top button