Ga Bahaya Ta?
PERADABAN.ID – Selain akrab di laman sosial media, ucapan “ga bahaya ta?” juga bergema di ruang tasyakuran Harlah 89 Gerakan Pemuda Ansor.
Adalah Abioso, sang pembawa acara, menelurkan kalimat tersebut di tengah-tengah tamu undangan. Sontak, gelak tawa pecah.
Kalimat itu sebenarnya lebih kepada ungkapan terhadap tindakan pinggir jurang. Bisa berupa peringatan, sikap kehati-hatian, atau bahkan sarkasme.
Kelindan “ga bahaya ta?” rupanya tidak tersadur dari lisan tekstual saja, akan tetapi dari makna subtantif yang disampaikan Ketua Umum GP Ansor, H Yaqut Cholil Qoumas.
Selama mendengarkan, mungkin terselip, saya tidak mendengar frasa itu tertutur dari Gus Yaqut – panggilan akrabnya. Tapi jika sel-sel ucapan Gus Yaqut, itu sedang menutur kekhatiwaran terhadap egoisme dan pragmatisme politik.
Baca juga:
- Ansor-Banser, Gus Yaqut dan Mobile Legends
- Mujahadah Bersama 7 Juta Kader, PP MDS Rijalul Ansor Doakan Keamanan Bangsa Indonesia
Rupanya, Gus Yaqut menangkap gelagat di panggung politik yang hanya bersandar pada kehausan kekuasaan. Safari politiknya, bisa saja hanya ekspresi dari ketidakmampuan menghadirkan passion dan visi politik kebangsaan.
Ungkapan itu, jika ditilik dari cuitan sosmed Gus Yaqut semisal, mengafirmasi ada kepentingan yang sangat besar, kehausan, ketimbang visi politiknya.
Dengan bahasa yang nyentrik, dan kadang dengan sematan candaan, saya menyadari kekhawatiran itu. Bagi yang melihat narasinya, sebenarnya ada makna yang sangat mendalam.
Sayanganya, banyak pihak, dan kemungkinan barisan orang tersebut, menganggapnya hanya sebatas cuitan tak berdasar, dan kadang terdengar, terlalu kanak-kanak.
Baca juga: Berita dan Informasi Gus Yahya Terbaru
Rupanya, ada banyak pihak yang tidak menangkap pesan yang sangat berbahaya, utamanya bagi NU secara khusus, dan pesan keberagaman bangsa.
Membawa NU sebagai cangkok politik, dan seolah-olah mengatasnamakan kesejahteraannya, itu nyaris menjadi cover manipulatif. Karena memang penggunaan identitas secara berlebihan itu bisa menimbulkan disintegrasi di antara sesama.
Tidak bisa satu capaian, mensejahterakan NU semisal, caranya dilakukan dengan menggunakan yang berpotensi menimbulkan perpecahan karena dominasi penggunaan identitas tertentu. Secara, dalam logika awam semisal, saya tidak menemukan keberan dan rasionalitasnya.
Atau memang, pihak tersebut menganggap transaksi politik itu layak salah satu diantaranya adalah menukarkan (atas nama) NU dengan hasrat kekuasannya.
Dan saya rasa, di situ letak subtansi “ga bahaya ta?” sampai-sampai segala cara dilakukan. Gus Yaqut, saya rasa, melihat hal itu sebuah masalah yang harus dikritik dan dihentikan.
One Comment