Opini

Addin yang Memacu Tamaddun

PERADABAN.ID – Visi Indonesia Emas 2045 telah menandai babak baru. Pada titik ini, Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, sebuah target yang memacu transformasi menyeluruh di berbagai sektor, terutama dalam pembangunan ekonomi.

Visi ini berakar dari spirit yang diusung Prabowo Subianto yang, menurutku sangat Soekarnois tentang takdir Indonesia sebagai negara maju. “Ekonomi Pancasila bukan ekonomi kapitalis, bukan ekonomi komunis. Ekonomi Pancasila adalah ekonomi yang berkeadilan sosial,” tegasnya dalam berbagai kesempatan. 

Prabowo, melalui bukunya berjudul “Paradoks Indonesia“, berkomitmen untuk mempersempit kesenjangan antara yang kaya dan miskin, dengan menciptakan sistem ekonomi yang merata dan berkeadilan. Keyakinan bahwa Indonesia harus menjadi bangsa yang mandiri, tidak mengekor dan disegani dunia jadi cakupan manifestasi dari potensi besar bangsa.

Dalam konteks ini, Ketua Umum PP GP Ansor, Addin Jauharudin, menawarkan paradigma baru dalam memahami pembangunan ekonomi yang merata melalui gagasan “Toleransi Ekonomi”. Sebuah perspektif yang bisa disebut diserap melalui pemaknaan ulang dari namanya sendiri, yaitu: “Addin”. 

Baca Juga Malam di Bawah Salib dan Bulan Sabit

Berbeda dari jamak awam yang memaknai “Addin” sebagai agama (dari bahasa Sansekerta), “Addin”, secara etimologi, dalam bahasa Arab sesungguhnya bermakna sistem relasi antara yang kuat dan yang lemah. Pemaknaan ini mencandra paradigma baru melalui konsep “Toleransi Ekonomi” yang akan memacu lanskap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dari bekal pemahaman tersebut, GP Ansor, dengan jaringannya yang tersebar di seluruh dunia, hari ini telah memposisikan dirinya dan berjibaku sebagai agregator ekonomi rakyat. Ribuan kader di tingkat daerah menjadi ujung tombak dalam memacu implementasi program-program organisasi, termasuk dalam bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk resiliensi daerah. 

Ansor beritikad untuk membangun jembatan antara pelaku ekonomi besar dengan ekonomi rakyat, menciptakan ekosistem yang memungkinkan usaha kecil terhubung dengan rantai pasok yang lebih besar, dan mengembangkan platform kolaborasi ekonomi yang berkelanjutan dalam bentuk Badan Usaha Milik Ansor (BUMA).

Baca Juga Masih Ada Kabayan di Sunda dan di Nahdlatul Ulama

Konsep toleransi ekonomi yang digagas oleh Ketum Addin Jauharudin merupakan implementasi nyata dari pemahaman baru yang bukan sekadar “membiarkan” atau “menoleransi” aktivitas ekonomi pihak lain, melainkan transformasi relasi dari sekadar transaksional menjadi transformatif. 

Sistem ini memungkinkan pelaku ekonomi yang kuat menjadi enabler bagi yang lemah, menciptakan jaringan ekonomi yang saling menopang dan berkelanjutan.

Ala kulli hal, dalam realisasi visi tersebut, GP Ansor mencurahkan perhatian khusus pada pengembangan kapasitas kader. Para kader tidak hanya dibekali pemahaman konseptual tentang ideologi keagamaan dan ekonomi kerakyatan, tetapi juga keterampilan praktis dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Mereka kelak dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan yang efektif di masyarakat, mentransformasi konsep menjadi aksi nyata di lapangan.

Baca Juga Ansor yang Mengelupas

Dari pemahaman filosofis tentang “addin” hingga implementasi praktisnya melalui toleransi ekonomi dan pengembangan SDM, Ansor akan berdiri kokoh sebagai kerangka pembangunan ekonomi yang komprehensif. 

Apa yang telah dirintis oleh GP Ansor ini kelak akan menjadi jalan menuju Indonesia sebagai peradaban maju yang berkeadilan, sebuah bangsa yang tidak hanya kuat secara ekonomi tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila.

Yusuf Ali Syafruddin

Pegiat di Kajian Islam dan Kebangsaan

Related Articles

Back to top button